Pertama untuk menjurus ke Pasal 21 Undang-Undang Tipikor belum masuk.
Jika dilihat di persidangan, bahwa terdakwa Upa Labuhari diduga menerima uang dari kleinya dan diduga memalsukan identitas kliennya, maka itu bisa dijerat dengan Pasal 378 KUHP.
“Jadi ada dua versi penyimpangan menurut ahli.
Kalau menurut saya, mungkin dia belum saatnya untuk di pidana, karena dia bekerja masih dalam batas surat kuasa itu.
BACA JUGA: Ini Besaran Zakat Fitrah di Seluma, Catat Batas Terakhir Pembayarannya
Kalau masalah dia menerima uang, advokat boleh-boleh saja menerima uang asal sesui kontrak,” pungkasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Danang Prasetyo, SH., MH menilai, keterangan ahli yang menyebutkan bahwa terdakwa bisa lepas dari jeratan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor, itu adalah hak daripada ahli.
Pihaknya, tetap akan berpedoman pada alat bukti dan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan ke persidangan sebelumnnya.
“Ada beberapa kajian. Kalau itu wajar saja, hak mereka.
BACA JUGA:Safari Ramadan, Bupati Seluma Ingatkan Bahaya DBD
Yang penting alat bukti itu, yang pertama saksi setelah saksi baru ahli,” terang Danang.
Meski ahli menyebutkan terdakwa Upa Labuhari bisa lepas dari Jeratan Pasal 21, Danang tetap optimis pihaknya bisa membuktikan perbuatan yang dilakukan para terdakwa dalam perkara ini.
“Yakin tetap bisa membuktikan perbuatan terdakwa Upa. Saksinya ada, lengkap semua,” tutupnya.
Untuk diketahui, terdakwa Upa Labuhari, terseret dalam perkara dugaan perintangan penyidikan atau OOJ dugaan korupsi dana BOK Kaur 2020 bersama empat terdakwa lainnya, meliputi erdakwa, meliputi Ardiansyah Harahap, Rahmat Nurul Safril, Bambang Surya Saputra, dan Rianti Faulina.
BACA JUGA:Terlibat Kasus Pornografi, Kadus di Seluma jadi Tersangka, Ini Ancaman Hukumannya
Kelima terdakwa diduga ingin merintangi penyidikan yang dilakukan Kejari Kaur, saat akan menyelidiki dugaan Korupsi BOK Kaur 2020.