Ini juga termasuk di lokasi-lokasi wisata dan pusat perbelanjaan.
Ia juga menambahkan, bahwa kunjungan PMMI telah menjadi pengingat penting bagi kita mengenai isu kaum disabilitas.
Hal ini memperlihatkan perlunya pemberian hak pendidikan bagi mereka di sekolah-sekolah favorit.
Oleh karena itu, setiap sekolah perlu mempersiapkan infrastruktur dan sumber daya manusianya untuk menerima mereka.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi sekolah luar biasa atau SLB di Rejang Lebong, karena semua sekolah akan mampu memberikan layanan inklusif.
“Pemenuhan hak-hak disabilitas ini nantinya juga akan melibatkan berbagai OPD, termasuk Dinas PUPRKP, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud), dan beberapa OPD terkait lainnya, serta tempat-tempat layanan publik lainnya,” terang Wabup.
BACA JUGA:Sepanjang 2024 Terjadi 150 Gempa Bumi di Provinsi Bengkulu, BMKG: Potensi Tsunami Tetap Ada
Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Kabupaten Rejang Lebong, Sonkarnain menambahkan berdasarkan pendataan terbaru yang dilakukan pihaknya pada tahun 2023 lalu, jumlah penyandang disabilitas di Rejang Lebong mencapai 1092 orang.
Mereka tersebar di 156 desa dan kelurahan yang terdapat dalam 15 kecamatan.
“Jumlah penyandang disabilitas di wilayah Rejang Lebong ini masih sangat banyak, dan hampir seluruhnya belum terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara. Melalui perda ini nantinya kita harapkan akan lahir kebijakan baru dari pemerintah daerah dalam pemenuhan hak-hak masyarakat disabilitas di tengah-tengah publik,” jelas Sonkarnain.
Di sisi lain, Ketua PMMI Provinsi Bengkulu, Irna Riza Yuliastuti, S.Sos mengatakan, bahwa audensi yang dilakukan pihaknya bersama dengan Pemkab Rejang Lebong ini dilakukan dengan tujuan untuk mendorong Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong agar memberikan dukungan dalam pemenuhan hak-hak kaum difabel.
Irna menjelaskan, bahwa selama ini masyarakat difabel telah aktif berpartisipasi dalam pembangunan daerah.
Meskipun mereka memiliki keterbatasan fisik seperti ketidakmampuan mendengar, bicara, memiliki hanya satu tangan atau kaki, bahkan menggunakan kursi roda, mereka tetap berkontribusi.
Namun, inti dari audensi ini adalah untuk mendorong Rejang Lebong agar menjadi kabupaten yang ramah terhadap difabel.
“Hal ini bisa terwujud ketika semua ruang publik dilengkapi dengan fasilitas infrastruktur yang memadai sehingga para teman difabel dapat beraktivitas tanpa hambatan. Dengan demikian, mereka tidak lagi dikategorikan sebagai difabel,” jelas Irna.
Lebih lanjut, Irna juga mengungkapkan bahwa selama ini pihaknya telah membantu mengorganisir kelompok disabilitas daerah (KDD), meskipun baru ada 3 KDD yang terbentuk di 3 desa di Kabupaten Rejang Lebong, yaitu KDD Desa Rimbo Recap, KDD Desa Lubuk Ubar, dan KDD Kampung Delima.