LS dijerat dengan pasal 37 jo pasal 11 sub pasal 36 Jo pasal 10 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun.
Ini dilatarbelakangi oleh tersangka yang melakukan permainan hipnotis kepada para korban yang masih anak anak, lalu menyuruh korban telanjang.
Saat telanjang itu, pelaku juga menyuruh para korban berjoget-joget, dan saat itu aksi korban ditonton oleh rekan-rekan sebaya korban.
"Kita jerat dengan pornografi karena aksi pelaku yang menyuruh para korban telanjang dan berjoget-joget di depan teman sebayanya," jelas Kasat Reskrim.
Kasat Reskrim juga membenarkan bahwa tersangka sempat merekam para korban.
Namun dalam rekaman tersebut tidak memperlihatkan para korban yang kondisinya telanjang bulat.
BACA JUGA:Usul Bansos Distop Jelang Pilkada Serentak 2024, KPK Punya Tujuan Ini
"Memang ada pelaku melakukan rekam video, namun tidak memperlihatkan adanya korban yang telanjang bulat," tegasnya.
Untuk diketahui, sebelum penetapan tersangka ini dilakukan, Unit PPA telah melakukan beberapa koordinasi terhadap sejumlah pihak salah satunya koordinasi ke Ahli Pidana di Universitas Bengkulu (Unib).
Koordinasi ini dilakukan agar polisi tidak salah langkah dalam mengambil keputusan pada kasus ini.
Selain itu 5 korban yang masih merupakan pelajar SD juga sudah diperiksa oleh ahli psikolog Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu.
“Sebelum penetapan tersangka, kita sudah minta pendapat ahli pidana dan melakukan upaya upaya hukum lainnya, agar dalam pengusutan ini tidak salah langkah," beber Kasat Reskrim.
Pada awal Februari lalu tersangka juga sempat menjalani sidang adat di balai desa setempat.
Sidang adat tersebut dipimpin Ketua Badan Masyarakat Adat (BMA) Desa setempat, Tahrin.
Tahrin mengatakan bahwa sidang adat ini digelar atas tindaklanjut adanya kasus tidak senonoh yang dilakukan LS.
Sidang tersebut juga sempat disaksikan oleh para korban dan orangtua korban serta beberapa warga desa.