Yang bermasalah terkait putus kontrak dalam pengerjaan oleh kontraktor pertama yakni PT. BKN.
Dari putus kontrak tersebut ditemukan selisih atau pada saat itu dinamakan kelebihan bayar. Realisasi keuangan negara berbeda dengan realisasi fisik.
Sehingga terhadap adanya selisih pekerjaan yang tidak sesuai dengan kenyataan itu tentu timbul kerugian negara. Pasalnya jaminan uang muka dan jaminan uang pelaksanaan senilai Rp 3,8 miliar yang seharusnya dikembalikan oleh Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo) serta PT. BKN, diduga belum dikembalikan.
Sebelum naik penyidikan, kasus ini sudah sempat ditangani JPN Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Bengkulu. Hingga kemudian dilimpahkan ke Bidang Pidsus Kejati Bengkulu.
Diketahui sumber dana proyek ini berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Dimana akibat menyebabkan timbulnya kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar lebih.
Namun kerugian negara itu sudah dikembalikan sebesar Rp 798 juta yang dititipkan kepada JPU Kejati Bengkulu.
Ditambah pengembalian KN oleh terdakwa Panca Saudara Silalahi Rp45 juta sehingga tertotal Rp843 juta.
Riwayat pengembalian KN perkara ini, pertama dikembalikan sebesar Rp450 juta oleh PT. BKN pada Kamis, 13 Juli 2023, yang kemudian disusul penetapan tersangka terhadap terdakwa Suhartono.
Kemudian pada Kamis, 3 Agustus 2023, penyidik Pidsus Kejati Bengkulu kembali menerima penitipan uang sebesar Rp75 juta dari salah satu saksi dari PT. BKN berinisial W.
Kembali pada Kamis 10 Agustus 2023, salah satu pihak ketiga dalam pengerjaan proyek Asrama Haji berisial M menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada penyidik.
Pasalnya Rp200 juta itu berasal dari fee pinjam perusahaan, dari pemenang lelang proyek Asrama Haji.
Ada lagi penitipan KN dari saksi berinisial MT, ia mengembalikan uang sebesar Rp30 juta pada Senin 14 Agustus 2023, kemudian Rp23 juta pada Senin 21 Agustus 2023.
Terakhir terdakwa Panca Saudara Silalahi, sebelum ditahan Senin 16 September 2023 ia menitipkan Rp20 juta.
Dari penghitungan penyidik, terdakwa Panca Saudara Silalahi merugikan negara Rp100 juta, namun hitungan itu tak diakui terdakwa. Ia hanya mengakui menikmati sebesar Rp 20 juta.