Ada informasi dari pihak keluarga bahwa para korban memesan dan dijemput travel.
Sigit menyatakan, yang tidak kalah penting ada
lah mencegah peristiwa serupa terulang. Sebab, arus mudik masih berlangsung. Selain itu, identifikasi korban harus tuntas. ”Sudah ada empat keluarga yang sedang melakukan kegiatan ante mortem, sisanya tentunya sedang kami tunggu dan kami berupaya untuk segera menghubungi pihak keluarga korban,” beber dia.
Arus mudik melewati jalur pantai utara (pantura) Jawa dari arah Jakarta ke Jawa Tengah didominasi kendaraan roda dua. Pemudik menggunakan sepeda motor dengan alasan lebih praktis, leluasa, dan hemat biaya.
Umumnya, mereka membawa ransel, duffle bag, atau kotak kardus yang diangkut di kendaraan masing-masing. Tak jarang mereka menempelkan kata-kata maupun pesan lucu yang ditulis di barang bawaannya. Fenomena itu menjadi hiburan bagi para pemudik lainnya.
Misalnya, yang ditulis Budy Suprianto saat ditemui. Dia menulis, ’’Durung sukses sing penting mudik Lurr… Jaga jarak bolo, driver e ngantukan. Jakarta-Solo loss Lur.”
Pesan itu menyiratkan bahwa tidak harus menjadi sukses untuk sekadar mudik.
Sebab, bagi orang tua kita, anak merupakan harta yang paling berharga.
Artinya, kedatangan anak di kampung, apalagi di momen Lebaran, merupakan saat yang sangat ditunggu-tunggu bagi mereka.
’’Kalau motivasi (nulis ini) untuk orang tua sih. Orang tua tinggal ibu. Intinya, mau punya duit atau nggak, orang tua itu butuh anaknya. Serius itu,” ungkapnya.
Budy dari Jakarta hendak mudik ke Solo. Membawa istri dan dua anak.
Dia memilih berangkat dari rumah Minggu 7 April sekitar pukul 23.00. ’’Karena lebih nyaman. Jalanan juga cenderung sepi,” ujarnya.
Ada pula Tri Ngatmawan yang ditemui di Brebes, Jawa Tengah. D
ia bersama istri mudik membawa 19 ketupat yang diikat bersama barang bawaannya di bagian belakang.
Berangkat dari Tangerang menuju kampung di Tegal.
Menurut dia, mudik sambil membawa ketupat membuat perjalanan menyambut Lebaran lebih berkesan.