Proyek Irigasi Lubuk Pinang Mukomuko Dikeluhkan, Camat: Kami Tak Pernah Diberi Tahu
Perbaikan irigasi yang sempat dibongkar di desa Arah Tiga Mukomuko. --firmansyah/rb
KORANRB.ID – Proyek irigasi tersier milik Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII Bengkulu yang tengah dikerjakan di Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Mukomuko, menuai sorotan tajam.
Pekerjaan yang tersebar di 2 titik, yakni jaringan irigasi BLP 2 M di Desa Arah Tiga dan BLP 1 B Kiri di Desa Ranah Karya, diduga dikerjakan asal-asalan tanpa koordinasi yang jelas dengan pemerintah setempat. Bahkan, Camat Lubuk Pinang mengaku tidak pernah menerima pemberitahuan resmi tentang keberadaan proyek tersebut.
Camat Lubuk Pinang, Evi Busmanja, M.Si, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak BWS Sumatera VII maupun pelaksana proyek yang bekerja tanpa komunikasi dengan pemerintah kecamatan. Sejak muncul berbagai keluhan masyarakat dan pemberitaan di media, ia justru menjadi pihak yang terus dimintai penjelasan, padahal sama sekali tidak mengetahui proyek itu ada di wilayahnya.
“Sudah beberapa kali wartawan menanyakan soal proyek ini, tapi kami sendiri tidak tahu menahu. Tidak ada koordinasi dari pihak BWS ataupun kontraktor. Jujur saja, kami kecewa dengan sikap seperti ini,” ujar Evi.
BACA JUGA:Optimalkan Pemanfaatan AI, Kemenperin Pacu SDM Industri
BACA JUGA:Tersisa 3 Desa Tertinggal, Status Desa di Bengkulu Utara Meningkat
Ia menilai, sikap tertutup BWS bukan hanya mencerminkan lemahnya koordinasi antarinstansi, tetapi juga mengindikasikan adanya potensi pelanggaran prosedur administrasi dalam pelaksanaan proyek. Menurutnya, proyek pemerintah semestinya dilakukan secara terbuka, terlebih jika berada di tengah-tengah permukiman masyarakat yang terdampak langsung.
“Ya paling tidak ada koordinasi ketika masuk wilayah kami jangan sampai ada apa-apa kami tidak tau,” tutupnya.
Sementara itu, di lokasi pekerjaan, sejumlah pekerja mengeluhkan kondisi di lapangan yang jauh dari rencana semula. Rio, salah satu pekerja yang didatangkan dari Betungan, Kota Bengkulu, mengaku awalnya dijanjikan untuk mengerjakan pengecoran siring yang telah disiapkan sebelumnya. Namun, setelah tiba di lokasi, pekerjaan yang mereka temui berbeda dari kesepakatan awal, pemasangan batu sepanjang 200 meter dengan peralatan seadanya dan pengadukan material yang dilakukan secara manual membuat kecewa.
“Katanya mau cor beton, tapi sampai di lokasi yang dikerjakan malah siring batu. Alatnya pun cuma molen kecil, itu pun tidak dipakai. Kami kerja seadanya karena sudah terlanjur datang jauh-jauh. Kalau pulang tangan kosong, rugi besar,” keluh Rio.
BACA JUGA:Kasus Pungli PPG Kemenag Seluma, Penetapan Tersangka Tambahan Usai Periksa Saksi Ahli
BACA JUGA:ACCES Beri Kemudahan Bagi Usaha Menengah
Di sisi lain, para petani Desa Arah Tiga juga menyuarakan kekecewaan mereka. Romi, salah satu petani, menyebut pekerjaan proyek irigasi terkesan dikerjakan asal jadi. Menurutnya, banyak warga di sana yang juga berprofesi sebagai tukang, sehingga tahu kualitas campuran material bangunan yang digunakan. Mereka menilai, konstruksi irigasi sepanjang 300 meter itu tidak akan bertahan lama karena campurannya tidak sesuai standar.
“Bangunan seperti itu jelas kelihatan asal-asalan. Kami para petani juga tukang, jadi tahu mana pekerjaan bagus, mana tidak. Kalau sekarang dibongkar ulang, itu memang sudah seharusnya. Dari awal sudah kami bilang ke pengawas kalau pekerjaan ini tidak benar,” ujar Romi.