Tidak Lakukan Pemutihan, 5 Perusahaan Sawit Diaporkan
Perambahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit banyak terjadi di Bengkulu --Re
“Untuk itu, penertiban kawasan hutan yang ada di Provinsi Bengkulu sudah semestinya dilakukan dengan tepat dan baik, sehingga dapat mengembalikan hutan sesuai dengan ketentuannya, sebab yang berhak mencabut status kawasan hutan ialah Menteri Kehutan atas izin DPR,” paparnya.
Berbagai dorongan terhadap sanksi yang seharusnya didapakan oleh sejumlah perusahaan tersebut terus dilayangkan dari berbagai pihak, seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bengkulu, Pakar Hukum Lingkungan, pemerhati lingkungan dan unsur lainnya.
Seperti dikatakan Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu, Teuku Zulkarnain, SE yang meminta agar APH menindak tegas.
“Sudah berapa banyak hutan yang saat ini sudah kembali kepada fungsinya atas berbagai lahan yang digunakan tanpa adanya perizinan,” ujarnya.
Ia juga meminta DLHK Provinsi Bengkulu memberikan surat teguran dan surat peringatan tegas terhadap sejumlah perusaahaan itu.
“Kalau memang tidak digubris silakan melakukan tindakan tegas, seperti melakukan penutupan perusahaan itu,” pungkasnya.
Dorongan terhadap APH tersebut merupakan hal yang sangat tepat dilakukan sebab sebelumnya,
Selain melakukan perambahan hutan secara ilegal, 5 perusahaan sawit tersebut juga tidak penuhi peringatan DLHK Provinsi Bengkulu.
Disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan, Pemanfaatan Hutan dan KSDAE DLH Provinsi Bengkulu, Samsul Hidayat, S. Hut, MM menegaskan bahwa telah mengeluarkan surat peringatan kepada sejumlah perusahaan yang terindikasi melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan di Provinsi Bengkulu.
“Untuk tindak lanjutnya, kita sudah beberapa kali melakukan pemanggilan dengan membuatkan surat secara peringatan kepada seluruh perusahaan yang indikasinya berada di kawasan hutan,” jelasnya.
Ia menyampaikan, surat peringatan tersebut berisi pemanggilan untuk pemenuhan adimistrasi sesuai dengan Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 78 ayat 3.
“Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat 1 pasal 50 ayat 2 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” paparnya.
Tidak hanya itu, ia juga menyebutkan pemanggilan itu juga berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2013 pasal 83 ayat 4, bahwa barang siapa yang melanggar ketentuan dimaksud di pidana dengan penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp5 miliar hingga Rp15 miliar.
“Itu yang sudah kita ingatkan mereka untuk tidak melanggar undang – undang tersebut,” singkatnya.
Tidak hanya sekadar peringatan, Samsul juga menyebutkan dalam surat resmi itu ia meminta agar sejumlah perusahaan menyerahkan SHP alias Shapefile, yang merincikan keterangan izin lokasi, SHP IUP, dan atau SHP HGU.