Moratorium Pembangunan Smelter Nikel

Irwandy Arif--

HARIANRAKYATBENGKULU.BACAKORAN.CO – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membatasi pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) nikel kelas II. Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif menjelaskan, hal itu disebabkan jumlah pengolahan hasil tambang yang terlalu banyak.

BACA JUGA:Realisasi Investasi Kuartal III Rp 1.053 T 

Menurut Irwandy, kondisi tersebut memengaruhi pertimbangan supply and demand bijih nikel. ’’Kementerian ESDM sudah ada rencana untuk melakukan pembatasan. Dari Kemenkomarves juga menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan lagi izin untuk pembangunan smelter proses pirometalurgi untuk nikel kelas II,’’ ujarnya di Jakarta pada akhir pekan lalu.

Irwandy melanjutkan, keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bijih nikel diperlukan agar tidak menjadikan Indonesia sebagai pengimpor bijih nikel. Esensi moratorium ditujukan agar smelter yang sudah terbangun tetap mendapatkan pasokan bijih nikel untuk keberlanjutan operasi produksi.

BACA JUGA:BMKG Prediksi Mulai Masuk Musim Hujan

Dia menjelaskan, pemerintah akan mengkaji secara komprehensif kebijakan itu. Terutama untuk proses nikel di Indonesia, baik nikel berkadar rendah (limonite) maupun nikel berkadar tinggi (saprolite).

’’Saat ini nikel yang mengalami proses pirometalurgi ke arah stainless steel ada 44 smelter. Yang menggunakan proses hidrometalurgi ke arah baterai sebanyak 3 smelter. Konsumsi biji nikel untuk pirometalurgi dengan saprolite sebesar 210 juta ton per tahun dan limonite sebesar 23,5 juta ton per tahun,’’ jelas Irwandy.

BACA JUGA:Gunakan DD, Pemkab Minta Desa Kelola Sampah Mandiri

Saat ini 25 smelter yang sedang tahap konstruksi membutuhkan pasokan nikel sebanyak 75 juta ton per tahun. Sementara itu, arah proses baterai hidrometalurgi hanya enam pengolahan hasil tambang yang sedang konstruksi dengan kebutuhan 34 juta ton per tahun.

Pada tahap perencanaan ke arah pirometalurgi, terdapat 28 smelter dan 10 smelter untuk hidrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun. ’’Total, sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru. Sudah ada 116 smelter yang terdiri atas 97 smelter pirometalurgi dan 19 smelter ke arah hidrometalurgi,’’ ucapnya.

BACA JUGA:Benteng Terima Sertifikat Eliminasi Bebas Malaria

Dewan Penasihat Prometindo (Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia) Arif S. Tiammar mendukung langkah Kementerian ESDM yang akan melakukan moratorium pembangunan smelter untuk nikel kelas II. Kebijakan itu adalah langkah membatasi produksi yang berlebihan.

Menurut dia, ada beberapa alasan perlunya kebijakan moratorium. Pertama, membatasi kapasitas produksi yang berlebihan dan menempatkan Indonesia menjadi produsen NPI terbesar di dunia.

BACA JUGA:Dana Hibah Pilwakot, KPU dan Bawaslu Tetap Minta Rp 39 Miliar

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan