Perbankan Indonesia Tetap Solid dan Melangkah Optimis
epala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae-foto: ojk/koranrb.id-
BACA JUGA:Giat Balai Pelestarian Kebudayaan: Konservasi Koleksi Tekstil di Rumah Pengasingan Bung Karno
BACA JUGA: Pengawasan di 3 Titik, BKHIT Bengkulu Pastikan Lalu Lintas Media Barang Aman
Diperkirakan perbankan syariah akan mengalami dinamika yang positif terkait implementasi spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) dan konsolidasi perbankan syariah sesuai dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027.
Selanjutnya, Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga berhasil menunjukan perkembangan yang baik dilihat dari fungsi intermediasi yaitu kredit yang tumbuh sebesar 7,55 persen (yoy) dan DPK yang tumbuh mencapai 4,35 persen (yoy) serta ditopang oleh kondisi permodalan yang tinggi dengan rasio CAR mencapai 24,86 persen.
Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga baik kendati pertumbuhan kredit/pembiayaan serta DPK melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga solid dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 31,16 persen dan 22,46 persen.
Jumlah BPR/S menunjukkan tren menurun karena merger dalam rangka pemenuhan kewajiban modal inti minimum dan ketentuan single presence policy. Tercatat pada Oktober 2024 jumlah BPR/S mencapai 1.544 dan terus mengalami penurunan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Selain itu, sejak 2023 hingga 4 November 2024 terdapat 53 BPR dan BPRS yang melakukan konsolidasi menjadi 17 BPR dan BPRS. Selanjutnya terdapat 75 BPR dan BPRS yang sedang dalam proses perizinan dan nantinya akan menyusut menjadi 26 BPR dan BPRS. Konsolidasi dan penguatan kelembagaan dan kinerja BPR/S sesuai dengan amanat UU P2SK dan strategi OJK sebagaimana tercantum dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS (RP2B) 2024 – 2027.
Ke depan, industri perbankan tetap perlu mencermati risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah potensi kembali meningkatnya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kebijakan tarif perdagangan yang tinggi yang dapat memicu trade war, sehingga berpotensi meningkatkan tekanan terhadap ekonomi domestik. Di tengah ketidakpastian tersebut, ekonomi domestik pada tahun 2025 diproyeksikan tetap mampu tumbuh solid ditandai oleh terjaganya keyakinan konsumen, terkendalinya inflasi dan surplus neraca perdagangan, kebijakan atau regulasi Pemerintah yang akomodatif, dan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Adapun kinerja perbankan akan tetap terjaga seiring dengan DPK yang diproyeksikan meningkat dan penyaluran kredit yang terus ekspansif terutama ke sektor yang memiliki multiplier effect dan menyerap banyak tenaga kerja seperti sektor perdagangan besar dan industri pengolahan.
BACA JUGA:Ini Alasan Pertamina Menaikkan Hargga BBM Non Subsidi
BACA JUGA:Penerapan PPN 12 Persen Disambut Pemkot Bengkulu
Selain itu, OJK selalu mengimbau perbankan untuk mempertahankan komposisi pendanaan yang optimal melalui peningkatan proporsi dana murah, memperluas produk dalam rangka pendalaman pasar keuangan, serta mengelola likuiditas secara strategis dengan mempertimbangkan proyeksi perkembangan perekonomian di masa depan untuk memastikan keseimbangan antara aset dan kewajiban, dan menghindari mismatch pendanaan jangka pendek dan pembiayaan jangka panjang.
Terkait penguatan regulasi, OJK telah menerbitkan beragam ketentuan perbankan dalam bentuk Peraturan maupun Surat Edaran OJK yang bertujuan untuk memperkuat kinerja industri perbankan agar fungsi intermediasi terus tumbuh positif diikuti dengan penguatan likuiditas.
Dalam rangka mendorong sektor perbankan memiliki permodalan yang kuat, sejak diterbitkannya POJK tentang Konsolidasi Bank Umum, jumlah bank yang memenuhi modal inti minimum mengalami peningkatan yang akseleratif setiap tahunnya.
Sesuai dengan POJK dimaksud, pemenuhan Modal Inti Minimum BPD dapat dilakukan dengan pemenuhan modal inti minimum Rp3 triliun maupun dengan pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) bagi BPD yang belum mencapai modal inti Rp3 triliun. Saat ini terhadap BPD yang telah mencapai Rp1 triliun namun belum mencapai Rp3 triliun, 5 (lima) BPD telah membentuk KUB, dan sisanya dalam proses penyelesaian proses administrasi KUB.