Alur Pelabuhan Belum Dikeruk, Pengamat: Ekonomi Masyarakat Terdampak
AKTIVITAS: Terlihat aktivitas sepi di Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu kemarin, 4 Januari 2025. ABDI/RB--
Donni mengatakan, susahnya akses pengiriman jalur laut tersebut, memiliki dampak seperti, akibat harus menunggu lama, BBM terlambat disalurkan, kemudian menghambat konsumsi BBM dalam beberapa waktu. "Iya memberikan dampak," ungkap Donni.
Sekadar mengulas berita sebelumnya, Pelabuhan Pulau Baai yang merupakan jalur utama distribusi dan ekspor di Provinsi Bengkulu, tengah menghadapi krisis pendangkalan yang semakin parah sejak 2018.
BACA JUGA:Perdagangan Saham BEI Awal Januari 2025 Mayoritas Positif
Dampaknya sangat serius, mengganggu distribusi kebutuhan pokok seperti bahan bakar minyak dan beras, hingga menyebabkan penurunan tajam kapasitas ekspor.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, bersama sejumlah pihak terkait, termasuk General Manager Regional II PT Pelindo, Kapolda Bengkulu, Danlanal Bengkulu dan perwakilan instansi lainnya mengadakan rapat koordinasi di kantor PT Pelindo Regional II.
Usai rapat, Plt Gubernur Rosjonsyah langsung meninjau kondisi kolam dan alur pelabuhan untuk melihat situasi terkini.
"Alur pelabuhan yang sebelumnya memiliki kedalaman 7–11,5 meter, kini hanya tersisa 1,5 meter. Bahkan sebagian kolam breakwater sudah berubah menjadi daratan pasir," ungkap Rosjonsyah.
Ia menegaskan bahwa kondisi ini telah menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian Bengkulu, yang diperkirakan mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.
"Saya minta seluruh instansi terkait segera mencari solusi terbaik agar masalah ini tidak terus berulang setiap tahun," tegasnya.
General Manager PT Pelindo Regional II, S. Joko, mengungkapkan bahwa sedimentasi tinggi yang disebabkan oleh cuaca buruk menjadi penyebab utama pendangkalan.
Akibatnya, kapal-kapal besar sulit masuk dan keluar pelabuhan. Hal ini menurunkan kapasitas angkut barang, menghambat ekspor, serta menyebabkan keterlambatan pengiriman barang.
Ekspor batu bara yang sebelumnya mencapai 10 juta ton per tahun kini hanya mampu mengirimkan 3 juta ton.
Bahkan, pengangkutan harus menggunakan tongkang untuk memindahkan barang ke kapal besar di tengah laut.
Selain itu, komoditas ekspor lainnya, seperti cangkang sawit, hasil laut, dan rumput laut, juga ikut terdampak.