Indonesia di 2024: Harapan-harapan Baru, Juga Sederet Alarm Peringatan

Titi Anggraini--

Anas menyebut pihaknya telah menyimulasikan seluruh kementerian dan lembaga yang akan pindah ke IKN. Simulasi itu dilakukan secara mendetail, mulai eselon berapa saja yang pindah, nama pejabatnya, hingga bidangnya apa.

BACA JUGA:DPRD Ingatkan Fasilitas Negara Bukan Untuk Kampanye, Pejabat Kedapatan

”Sudah ketemu angkanya, simulasinya juga sudah oke. Ada simulasi 1.250, ada simulasi 3.000, sampai simulasi 6.000 siap semua. Tinggal kesiapan tempat di sana,” ujarnya.

Rigiditas dalam langkah-langkah terkait IKN itu perlu segera dilakukan karena alarm peringatan dari dunia bisnis sudah mulai menyala. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memproyeksikan ekonomi Indonesia bakal sedikit tertahan dan stagnan di tahun depan. 

Dari faktor global, risiko ekonomi sedikit meningkat akibat konflik geopolitik di Timur Tengah antara Hamas dan Israel. Begitu pula perang Rusia dengan Ukraina meski belakangan sedikit mereda. 

Inflasi dunia memang mulai meredup di akhir tahun ini. Tapi, relatif masih di level yang tinggi. Khususnya di Amerika Serikat (AS). Fenomena tersebut membuat mayoritas bank sentral dunia, termasuk The Federal Reserve (The Fed), mempertahankan suku bunga acuannya higher for longer.

Di sisi lain, permintaan perdagangan dunia sedang turun yang membuat harga komoditas meredup. ’’Jadi, Indonesia tidak bisa mengandalkan komoditas yang dua tahun belakangan menjadi harapan. Baik minyak, gandum, batu bara, dan sebagainya,” beber Tauhid kepada Jawa Pos.

Sentimen tersebut berakibat pada stagnasi ekonomi dunia sampai tahun depan. Apalagi, kebijakan suku bunga yang tinggi membuat cost of fund kredit menjadi mahal. ’’Bunga kredit tinggi, orang juga akan mikir untuk bayar bunganya yang besar,” imbuhnya.

Di sisi lain, Bhima Yudhistira Adhinegara, direktur Center of Economic Law Studies, menilai bahwa infrastruktur, selain hilirisasi, memang merupakan dua aspek yang mencerminkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tapi, yang menjadi salah satu titik lemahnya adalah belum berkorelasi dengan penurunan biaya logistik secara signifikan. Termasuk harga pangan. 

’’Logikanya semakin banyak jalan dibangun, seharusnya semakin murah. Tol laut yang seharusnya bisa menurunkan disparitas antara Papua dengan Jawa meliputi harga semen, kebutuhan bahan pokok, sampai sekarang juga belum efektif,” katanya.

Lalu, soal hilirisasi, Bhima menyebut itu sebenarnya ide lama. Namun, fokus di era Jokowi hilirisasi masif di sektor nikel. Pada saat bersamaan, ada permintaan baterai yang meningkat. 

Namun, lanjut dia, masalah hilirasi masih terlalu padat modal. Selain itu, 90 persen tujuan ekspor bisa dibilang hanya ke satu pembeli tunggal: Tiongkok. Sehingga yang terjadi adalah ketergantungan terhadap Tiongkok yang membuat hilirisasi menjadi semu. 

Sebab, tambah Bhima, Indonesia belum bisa menghasilkan baterai. Investasi smelter high pressure acid leaching (HPAL) itu baru masuk di 2022. Sehingga paling cepat smelter beroperasi pada 2024.

Semua itu menjadi tantangan pemerintahan baru nanti. Dan, untuk menjawabnya, dibutuhkan pemerintahan profesional yang didukung kaki-kaki demokratisasi yang sehat. Para menteri dipilih berdasar kemampuan terbaik. Check and balances di DPR juga kudu jalan. 

Karena itu, Titi mengingatkan pemilih untuk juga memberikan perhatian serius pada pemilu legislatif. Sebab, presiden yang baik harus pula didukung parlemen yang efektif.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan