Menurut dia, semakin kuatnya USD juga didorong oleh melemahnya sejumlah mata uang dunia seperti yen Jepang (JY) dan yuan Tiongkok (CHY).
Ketidakpastian pasar keuangan global semakin buruk akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
BACA JUGA:Jelang Terbang ke Arab Saudi 12 Mei, 75.572 Visa Jemaah Haji Sudah Terbit
Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman, khususnya mata uang USD dan emas.
Sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
Termasuk Indonesia. Sampai 22 April, aliran modal asing (net outflow) yang keluar mencapai USD 1,9 miliar.
BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang tersedia.
Baik melalui intervensi di pasar valas secara spot dan DNDF, pembelian SBN dari pasar sekunder apabila diperlukan, pengelolaan likuiditas secara memadai, maupun langkah-langkah lain yang diperlukan.
Strategi operasi moneter pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan guna menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman memahami kenaikkan suku bunga acuan BI merupakan langkah pre-emptive dan ahead the curve bank sentral untuk memastikan stabilitas ekonomi dan pasar keuangan tetap terjaga.
Apalagi, di tengah risiko global yang meningkat. Risiko yang dimaksud termasuk perang di Timur Tengah dan potensi tertundanya kemungkinan cut-rate FFR.
“Dalam hal ini, kami menilai terjaganya stabilitas keuangan sangat penting bagi sektor keuangan khususnya perbankan dan ekonomi secara makro agar dapat menerapkan strategi yang lebih baik dan prudent, di tengah berbagai ketidakpastian dan fluktuasi global,” papar Ali.(**)
Pelemahan Mata Uang Dunia terhadap USD
- Yen Jepang (JPY): 8,91 persen YtD
- Baht Thailand (THB): 7,88 persen YtD
- Dolar New Zealand (NZD): 6,12 persen YtD