Namun, ketika ada suntikan dana desa, kini hanya sebagian warga yang berminat melakukan gotong royong.
”Dengan adanya dana desa, kemudian jadi transaksional.
Memang kami sedang mengkaji dampak dana desa terhadap yang sifatnya tangible asset gitu.
Nilai-nilai seperti gotong royong dan sebagainya itu,” jelas dia.
BACA JUGA:Naik Drastis, Bantuan Replanting Tahun Depan Rp60 Juta Per Hektar
Kemenkeu telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi ekses negatif tersebut.
Begitu didapati adanya temuan penyalahgunaan dana desa, penyalurannya langsung distop.
Saat kepala desa (Kades) terjerat kasus, penyaluran dana desa langsung dihentikan sampai pelaksana tugas (Plt) atau pejabat penggantinya ditunjuk.
”Kemudian, ketika terkena kasus korupsi, sebuah desa tidak boleh ikut dalam kompetisi untuk mendapatkan insentif desa.
BACA JUGA:Perda Pemberlakuan Adat Pertama Disosialisasikan di Kota Bengkulu
Jadi, salah satu kriteria insentif desa itu tidak ada kasus korupsi di desanya, jadi di-blacklist lah,” tegasnya.
Meski begitu, Kemenkeu tidak memiliki kewenangan melakukan penindakan atas perilaku menyimpang tersebut.
Kewenangan yang dimiliki Kemenkeu terbatas pada penghentian pemberian dana desa hingga pencabutan insentif.
Tindak pidana sepenuhnya menjadi kuasa aparat penegak hukum.
BACA JUGA:Pemkot Bengkulu Hibahkan Rp28 Miliar Sukseskan Pilkada 2024, Ini Rincian Pembagiannya
”Di kami (DJPK Kemenkeu), setiap ada penyalahgunaan dana desa, itu kami hentikan (penyalurannya).