“Jadi karena pasokan yang berkurang, sementara kebutuhan akan gas 3 kg tetap tinggi, membuat sejumlah stok gas yang dijual baik di agen maupun pangkalan cepat sekali habis. Sehingga oleh masyarakat menganggap saat ini gas elpiji 3 kg tersebut langka,” terang Anes.
Anes Rahman memastikan bahwa penyebab kelangkaan ini adalah murni karena pengurangan kuota yang diterima oleh Rejang Lebong, bukan karena penimbunan atau praktik curang lainnya.
BACA JUGA:Kapolres Rejang Lebong dan Kepala SPN Berganti, Ini Nama Penggantinya
Ia meminta masyarakat untuk tidak panic buying dan berharap tidak ada pihak yang memanfaatkan situasi ini dengan menjual gas elpiji melon di atas harga yang seharusnya.
"Jadi bukan ditimbun atau adanya permainan, memang murni kuota yang kita terima berkurang," tutup Anes.
Sementara itu, salah satu warga Kecamatan Curup, Asri Weni berharap agar kelangkaan gas melon ini segera diatasi.
Ia mengaku sejak hari raya Idul Adha sangat sulit mendapatkan tabung gas yang berisi.
Bahkan, ketika mendapatkan informasi adanya gas di pangkalan, saat ia sampai di lokasi, gas sudah habis terjual.
Kalaupun berhasil mendapatkan gas di warung eceran, harganya sangat tinggi mencapai R 40 ribu.
"Iya, susah. Kemarin dapat (gas, red) dengan harga Rp40 ribu, itu pun setelah keliling-keliling dulu," kata Asri.
Kelangkaan gas elpiji ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat, tetapi juga mempengaruhi ekonomi rumah tangga, terutama bagi mereka yang mengandalkan gas elpiji 3 kg untuk kegiatan memasak sehari-hari.
Harga yang melambung tinggi membuat banyak keluarga harus merogoh kocek lebih dalam, yang tentunya sangat memberatkan terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah.
“Bahkan kami kadang mencari gas hingga ke kecamatan sebelah, bahkan sampai ke wilayah Selupu Rejang. Kami berharap pemerintah bisa mencari jalan keluar atas kondisi ini, karena masyarakat sangat bergantung dengan gas melon ini,” ungkap Asri.