Informasi dibenarkan oleh adik Mulyadi, yakni Yahrun (42). Dikatakannya bahwa kejadian ini tidak ditanggup oleh asuransi BPJS Kesehatan, sehingga mau tidak mau harus menjadi pasien umum.
Sedangkan kondisi keuangan keluarga korban sangat minim dan memang tergolong kurang mampu.
Bahkan untuk membayar biaya perawatan di RSUD Tais pun, keluarga korban harus melakukan sumbangan untuk melunaskan tagihannya.
“Jangankan untuk operasi mas, untuk membayar biaya penanganan awal sebesar Rp 2,5 juta di RSUD Tais tadi malam saja kami melakukan sumbangan.
Kejadian ini memang tidak dicover BPJS sehingga melalui umum, jadi terpaksa dua korban harus dibawa ralat jalan.
Padahal kondisinya saat ini memang harus dilakukan operasi, mengingat luka sabetannya cukup parah,” terang Yahrun.
Diketahui, korban Mulyadi mengalami luka robek akibat sabetan sajam di bagian lengan atas, lutut kiri dan punggung tangan kanan. Sedangkan korban Endi, mengalami luka robek robek bahu depan, luka patah pada telapak tangan kanan.
Berdasarkan keterangan istri Endi, yakni Penti (25). Kejadian berawal pada hari Kamis, 1 Agustus 2024 sekira pukul 15.00 WIB.
Kedua korban mendatangi pondok kebun pelaku yakni, Ar (52) yang lokasinya bersebelahan dengan kebun korban. Maksud dari korban, yakni untuk menanyakan alasan pelaku yang ingin membakar pondok korban.
Alasan dari pelaku yakni ia tersinggung, lantaran korban telah menebang bambu milik kakak pelaku.
Perdebatan tidak terhindarkan sehingga puncaknya terjadi penganiayaan oleh pelaku kepada dua korban menggunakan senjata tajam (Sajam). Diketahui pelaku melakukan penganiayaan bersama dua orang anaknya yang masih dibawah umur.
“Pelaku bilang kalau lahan yang ada bambunya tersebut milik kakaknya. Padahal lahan tersebut sudah dijual dan kami menebang juga atas izin pemilik barunya, bahkan pemilik kebun juga siap menjadi saksi apabila dipanggil,” terang Penti kepada RB.