Padahal selama ini mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli beras, hanya mengandalkan hasil panen dari sawah pribadi milik mereka.
"Stok beras di rumah tinggal sedikit, ditambah gagal panen mau tidak mau harus beli beras di awal tahun nanti sembari menunggu musim tanam lagi," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kaur, Kastilon Sirat, S.Sos mengatakan, pantauan mereka di lapangan saat ini rata-rata sawah yang kering beberapa minggu yang lalu mulai memiliki air.
BACA JUGA:Penyakit Ngorok Mengganas di Kabupaten Kaur, 10 Ekor Sapi Mati Mendadak
Namun laporannya, banyak padi yang sudah mati akibat hujan yang tidak turun padahal rata-rata sawah di Kabupaten Kaur adalah persawahan tadah hujan yang memang mengandalkan air hujan untuk kebutuhan air.
"Laporan di lapangan memang sudah banyak yang mengeluh gagal panen, walaupun sudah turun hujan," ujar Kastilon.
Apabila para petani di Kaur gagal panen, maka tidak menutup kemungkinan harga beras kembali akan melambung tinggi seperti yang terjadi di 2023 lalu.
Seperti yang diketahui, kebutuhan beras untuk Kabupaten Kaur memang banyak dipenuhi dari hasil panen para petani setempat.
"Kebutuhan beras di Kaur ini lebih banyak didapatkan dari masyarakat setempat, untuk itu jika gagal panen harga beras pasti melambung tinggi," ungkap Kastilon.
Dia menjelaskan, Kabupaten Kaur memiliki luas persawahan sekitar 6.000 hektare.
Rata-rata sawah tersebut adalah sawah tadah hujan, yang sangat mengandalkan curah hujan agar sawah dapat terairi dengan normal.
"Sesuai dengan petunjuk dari kementerian pertanian sebelumnya, bahwasanya fenomena El Nino di prediksi kembali akan terjadi di tahun ini, jika sampai terjadi kemungkinan para petani kembali akan gagal panen," beber Kastilon.
BACA JUGA:Tes CPNS Pemprov Bengkulu, 675 Peserta Ikuti SKD dari Luar Bengkulu, 3 di Luar Negeri
Kastilon mengungkapkan, pada awal tahun lalu, para petani padi di Kabupaten Kaur sudah selesai melakukan tanam padi dan telah panen.