BENGKULU, KORANRB.ID - Kegiatan mendaki gunung identik dengan Pencinta Alam. Saat ini kegiatan mendaki gunung semakin banyak diminati, namun ironisnya sejalan dengan semakin banyaknya orang-orang mendaki gunung juga diikuti bertambahnya jumlah sampah di setiap gunung.
Gundukan sampah di setiap gunung adalah sebuah bukti bahwa hanya sedikit pendaki gunung yang mempunyai jiwa Pencinta Alam.
BACA JUGA:Berenang, Cara Asyik Tingkatkan Kecerdasan dan Nafsu Makan Bayi
Menurut Tokoh Pendakian Gunung Indonesia, Djukardi Adriana atau yang akran disapa Abah Bongkeng, seandainya jika semua orang yang mendaki gunung adalah seorang Pencinta Alam, tentunya tidak akan terdapat banyak sampah di gunung.
Berdasarkan kenyataan ini, bisa menarik kesimpulan bahwa tidak semua Pendaki Gunung adalah Pencinta Alam.
BACA JUGA:Lima Wilayah Punya Aktivitas Paling Ramai di Kabupaten Mukomuko
Menurut Abah Bongkeng, bagaimana seseorang bisa disebut Pencinta Alam, kalau tak bisa membuktikan rasa cinta pada Alam.
BACA JUGA:Jadi Santapan Musim Hujan, Senuk Perenggi Kolak Labu Kuning yang Nikmat
Salah satu perwujudan dari para Pendaki Gunung sekarang ini, banyak Pendaki Gunung yg tidak memiliki rasa cinta Alam. Akibatnya mereka semakin mengotori gunung-gunung karena tujuan mereka hanya mendaki gunung.
Beda mendaki gunung dulu dan sekarang adalah jika dulu tujuan mendaki gunung adalah petualangan, mencari makna, membentuk karakter mendidik jati diri.
Sekarang mendaki gunung justru menjadi ajak eksistensi, gengsi dan hiburan.
BACA JUGA:Pelajar SMK di Kepahiang Meninggal Dunia, Dihabisi Sahabat di Kamar Kosan
Dulu seorang pendaki itu berpengalaman, punya basic/skill Teknik Hidup di Alam Terbuka dan Konservasi. Pendaki sekarang justru banyak berasal dari semua kalangan, newbie dan tidak harus punya basic tentang teknik hidup di alam terbuka.
Dulu yang dilakukan oleh Pendaki Gunung adalah menikmati keindahan alam, observasi dan memaknainya. Yang dilakukan oleh Pendaki Gunung sekarang justru hanya sekadar foto selfie, foto quotes untuk kebutuhan media sosial, lalu pulang. (**)