“Pada intinya semua keterangan saksi tadi menguatkan dakwaan. Secara pokok mengambarkan bahwa benar, proyek revitalisasi dan pembangunan Asrama Haji Bengkulu itu tidak sesuai dengan kontrak. Karena kontraknya berhenti di posisi 16 persen, uang muka kerja yang sudah dicairkan 20 persen dari pagu anggaran,” paparnya.
Sehingga terang Heru, ada selisih pekerjaan yang belum terlaksana oleh PT. BKN selaku kontraktor pertama proyek revitalisasi dan pembangunan Asrama Haji Bengkulu.
“Sehingga dari PPK dilakukan pemutusan kontrak, dan itu wajar dilakukan, agar proyek ini tetap berjalan,” tutupnya.
Untuk diketahui, pada persidangan sebelumnya, JPU menghadirkan tujuh saksi dalam persidangan.
Saksi dari Kelompok Kerja (Pokja) meliputi, Ketua Pokja, Burhanudin, Sekretari Pokja, Edi Susanto dan Edi Arianto.
BACA JUGA:Jabatan Eselon II Jangan Dibiarkan Lama Kosong, Barli: Bupati Mesti Lantik Hasil Lelang
Kemudian, JPU juga menghadirkan empat saksi dari Kantor Kemenag Bengkulu. Yakni PPK pertama Revitalisasi Asrama Haji, Ramlan, PPK kedua Intihan Sulaiman, Bendahara Kemenag Bengkulu, Rine dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang merupakan mantan Kepala Kemenag Bengkulu, Zahdi Taher.
Dari keterangan saksi sebelumnya, terhentinnya proyek revitalisasi dan pembangunan Asrama Haji Bengkulu pada 2020 disebabkan karena Covid-19 yang melanda Indonesia dan Bengkulu khususnya.
Saksi mengaku, akibat pandemi Covid-19 menjadi faktor utama pengerjaan proyek ini bermasalah.
Dalam keterangan Saksi dari pihak Pokja, bahwa selama proses hingga proyek berjalan, pokja mengaku pihaknya sudah menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Dari keterangan Saksi Ramlan, bahwa dirinya selaku PPK suda dua kali memberikan surat teguran kepada PT. BKN atas persoalan yang ada dalam pengerjaan proyek tersebut.
Sebelumnya, para terdakwa didakwa JPU dengan pasal berlapis, dakwaa primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
BACA JUGA:Minta Pengelola Parkir Perpanjang Kontrak
Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Inonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sabsssimans telah diubah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentarg Perubahan Atas Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana.
Sekedar mengulas, dalam penyidikan proyek revitalisasi Asrama Haji ini berfokus pada ketidak benaran pada saat putus kontrak. Yang bermasalah terkait putus kontrak dalam pengerjaan oleh kontraktor pertama yakni PT. BKN.
Dari putus kontrak tersebut ditemukan selisih atau pada saat itu dinamakan kelebihan bayar. Realisasi keuangan negara berbeda dengan realisasi fisik.