Sebab jika disalurkan melalui APBD maupun APBN, hanya akan berlaku per 1 Januari - 31 Desember saja. Jika masih ada yang tersisa maka dana tersebut akan masuk ke Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA).
"Kalau melalui NGO, jika sudah close (melampaui tahun, red) mekanismenya bisa dilanjutkan, paling kalau sudah sampai 31 Desember itu sudah tutup buku. Januarinya bisa dilanjutkan lagi. Jadi mekanismenya lebih simpel karena uangnya langsung di rekening perantara," tutup Safnizar.
Sementara itu, Kepala PPA II Direktorat Jendral Pembendaharaan (DJPb) Provinsi Bengkulu, Sunaryo mengatakan penyaluran dana insentif karbon ini menggunakan dua skema.
Yakni, skema REDD+ yakni, seperti yang didapatkan Rp11 miliar di 2024 ini. Serta, skema FOLU NET SINC, seperti yang sudah disusun tahun sebelumnya yakni Rp202 miliar, yang akan disalurkan bertahap hingga 2030.
"Untuk yang Folu ini masih berproses. Termasuk yang sudah diusulkan Rp202 miliar hingga 2030 oleh Pemda Provinsi tahun lalu," tutur Sunaryo.
BACA JUGA:2.000 PTT Diusul Jadi PPPK
Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan dana lainnya di tahun 2024 ini, disamping dana Rp11 miliar tersebut.
"Termasuk yang proyeksinya hingga Rp20 miliar yang sudah diusulkan untuk FOLU NET SINK 2023 lalu. Ini tergantung nanti ditetapkan hasil verifikasinya di pusat," tutupnya.(bil)
Lembaga Perantara Penyalur Dana Lingkungan Hidup BPDLH
1. Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan Kehati).
2. Yayasan Pena Bulu
3. Perkumpulan Samdhana Insitute
4. Perkumpulan Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan).
5. Perkumpulan HuMa Indonesia
6. Perkumpulan Lembaga Pengembangan Masyarakat Swamandiri