KORANRB.ID – Neraca perdagangan kembali mencetak surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus USD 3,31 miliar pada Desember lalu.
’’Neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 44 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,’’ ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini di Jakarta, Senin, 15 Januari 2024.
Pudji menjelaskan, surplus itu berasal dari ekspor sebesar USD 22,41 miliar yang lebih besar dibanding impor yang mencapai USD 19,11 miliar.
BACA JUGA:Perpanjangan Kontrak PPPK Guru Otomatis Masih Dibahas
Surplus bulan lalu ditolang oleh komoditas non migas, yakni sebesar USD 5,20 miliar. ’’Komoditas penyumbang utamanya adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan atau nabati, serta besi dan baja,’’ imbuh dia.
Pada saat yang sama, neraca perdagangan migas defisit USD 1,89 miliar. Penyumbang terbesar adalah hasil minyak dan minyak mentah.
Secara kumulatif dari Januari-Desember 2023, total surplus neraca perdagangan RI mencapai USD 36,93 miliar. Jumlah itu turun 33,46 persen atau sekitar USD 17,52 miliar jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari negara mitra, tiga penyumbang surplus perdagangan terbesar adalah India, AS, dan Filipina.. Sementara, tiga kontributor defisit terdalam yaitu Australia, Brasil, dan Thailand.
BACA JUGA:Tunggu Hasil Audit Keluar
Sementara itu, Fungsional Statistisi Ahli Madya BPS Jatim Debora Sulistya Rini mengatakan, kinerja ekspor penutup tahun lalu cukup baik. Selama Desember, sebanyak USD 1,96 miliar. Pertumbuhan dibanding bulan sebelumnya 2,52 persen. Sedangkan, kenaikan merujuk periode yang sama 2022 (YoY) naik 10,6 persen.
Selama 2023, ekspor perhiasan mencatat rekor paling baik dengan nilai USD 2,9 miliar. Kenaikannya mencapai 52,74 persen dibanding 2022 yang mencapai USD 1,9 miliar. Padahal, secara volume justru terjadi penurunan 14,8 persen.
“Itu menandakan bahwa eksportir perhiasan menikmati dampak dari kenaikan harga perhiasan secara global,” tuturnya.
BACA JUGA:Dishub Usulkan Penambahan Zona Selamat Sekolah
Untuk impor, kinerjanya hanya naik 2,42 persen YoY menjadi USD 2,59 miliar. Sedangkan, periode Januari-Desember 2023 turun lebih jauh yakni, 13,92 persen.
“Lesunya kegiatan industri yang menyebabkan impor bahan baku atau penolong turun 17,74 persen. Kontribusi kelompok barang tersebut yang biasanya mencapai 70 persen menjadi 67,7 persen akhir tahun lalu,” paparnya.(dee/bil/dio)