Tuntutan itu merupakan imbas dari banyaknya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pola kekerasan berbasis kebijakan yang memperbolehkan militer masuk dalam kerangka pembangunan. ”Akhirnya melahirkan fenomena politisasi militer,” terangnya.
Dimas menyebut kembalinya kebijakan dwifungsi ABRI berbahaya bagi demokrasi. Sebab, dalam kerangka demokrasi, negara harus memisahkan ruang sipil dan militer. Dalam hal ini, sipil yang mengurusi tata kelola pemerintahan dan berperan dalam mendesain kerangka kebijakan negara.
”Sementara ruang militer itu sebagai alat pertahanan negara,” ungkapnya.
Ketika dua ruang tersebut dicampur, lanjut Dimas, maka politisasi militer bakal terjadi.
Dimas menyebut militer akan digunakan sebagai alat kekuasaan.
”Bukan lagi menjadi alat pertahanan keamanan,” paparnya. Nah, situasi itulah yang dulu pernah terjadi dan melahirkan reformasi 1998.
Terpisah, dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, kemarin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, secara umum pengisian jabatan ASN oleh TNI dan polri dapat dilakukan untuk jabatan tertentu pada instansi pusat tertentu secara resiprokal.
Hal ini yang diatur dalam UU ASN mengenai pengisian jabatan ASN, TNI, dan polri secara resiprokal.
”Sekali lagi pengisian jabatan ASN dan TNI dan Polri dapat dilakukan untuk jabatan tertentu, pada instansi pusat tertentu,” jelasnya.
Jika merujuk pada UU 34/2004 tentang TNI, pada pasal 47 disebutkan bahwa Prajurit aktif dilarang menduduki jabatan sipil di luar 10 institusi. Yakni, di kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Lebih detail, ada sejumlah poin penting dalam pengisian jabatan lintas instansi ini. Untuk prajurit TNI dan anggota Polri yang akan menduduki jabatan ASN pada instansi pusat ini, ditegaskan bahwa prajurit TNI dan anggota POlri tidak dapat beralih status menjadi ASN.
Kemudian, yang bersangkutan harus memenuhi kualifikasi pendidikan, kompetensi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak/pengalaman jabatan yang relevan, kesehatan, integritas, dan persyaratan jabatan lain sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
Terkait pangkat, disyaratkan paling kurang setara dengan tingkatan jabatan ASN yang akan diduduki sesuai persetujuan menteri.
Serta, berusia paling tinggi satu tahun sebelum batas usia pensiun TNI Polri.
”Pengisian ini harus diisi oleh talenta terbaik dari TNI dan Polri,” ungkapnya.
Sedangkan, untuk ASN yang akan mengisi jabatan di lingkungan TNI-Polri diperkenankan untuk diangkat dalam jabatan tertentu yang bukan jabatan ASN pada organisasi TNI dan Polri. Lalu, penempatan PNS di kedua instansi ini akan diperhitungkan sebagai pengembangan karir dalam mekanisme penugasan.