Pada 25 Maret 2024 lalu, JPU Kejaksaan Kejati Bengkulu menghadirkan tiga saksi ahli ke dalam persidangan.
BACA JUGA:Terdakwa Minta 14 Kapus di Kaur Diseret, Ini Tanggapan Jaksa
BACA JUGA:Aksi Begal Terang-terangan di Bengkulu Utara, Hadang, Pukuli Korban, Motor Baru Digasak
Tiga ahli meliputi, Saksi Muhamad Fajuri ahli Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), saksi Rohim ahli Kontruksi dan saksi Dedi Yudistira ahli dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bengkulu.
Dari keterangan saksi ahli dari PBJ, bahwa proyek tanggap darurat seperti dalam perkara ini, tidak bisa dibangun konturksi permanen, karena hanya bersifat darurat.
“Kalau dilakukan dengan permanen artinya bukan darurat. Penanganan darurat itu bersifat sementara,” sebut Ahli PBJ.
Ahli PBJ juga menerangkan, jika proyek tanggap darurat bisa langsung dikerjakan dengan cara menunjuk langsung rekanan.
Berbeda jika itu buka proyek tanggap darurat, maka harus melalui prosedur yang ada, seperti melalui tender terlebih dahulu baru bisa dikerjakan.
“Kalau biasanyna kontrak dulu baru bekerja, kalau darurat itu sebaliknya,” ucap Ahli PBJ.
Sementara itu, dari keterangan Ahli Kontruksi, bahwa 8 paket pekerjaan yang bersumber dari dana BTT Seluma, termasuk pelapis tebing Kantor Bupati Seluma adalah proyek permanen.
“Sepengetahuan saya itu adalah bersifat permanen, kalau tidak permanen itu kalau jembatan itu dia terbuat dari bambu,” terang Ahli Kontruksi.
Ditambah lagi keterangan ahli dari BPKP Perwakilan Bengkulu, yang menyatakan bahwa Kerugian Negera (KN) dalam perkara ini diketahui setelah dilakukan pemeriksaan fisik.
Diduga ada beberapa bangunan yang tidak sesuai spesifikasi.
“Banyak proyek yang kekurangan volume sehingga menimbulkan Kerugian Negera,” ucap Ahli BPKP dalam persidangan.
Sementara itu, JPU Kejati Bengkulu, Syaiful mengatakan, berdasarkan keterangan ahli, memperkuat dakwaan JPU.
“Dari saksi kontruksi juga menerangkan adanya proyek yang kekurangan volume dan bahkan ada yang total loss, seperti pelapis tebing kantor bupati satu,” ujar Syaiful.