Sedangkan untuk wisata Danau Nibung tidak diperlukan usulan lagi, karena sudah ditetapkan terlebih dahulu hanya saja belum berjalan maksimal dalam pelaksanaanya.
BACA JUGA:Ditinggal Lebaran, Rumah Toke Sawit Ipuh Hangus Terbakar, Diduga Ini Penyebabnya
BACA JUGA:Siapkan Rp4 Miliar untuk Sarpras Rumah Adat dan Gedung MPP Mukomuko
“Tidak menutup kemungkinan nanti akan kita terapkan sistem baru, apakah nantinya di pihak ketigakan dengan kontrak pertahun atau seperti apa terkait penarikan retribusi, sehingga potensi ini akan menghasilkan PAD sesuai dengan target nantinya,” ujarnya.
Sebenarnya untuk Kabupaten Mukomuko kurang lebih ada 45 objek wisata, hanya saja baru 12 wisata ini yang sudah di kembangkan.
Maka dari itu terkait objek wisata lainnya akan masuk direncana ke depan. Karena beberapa objek wisata tersebut masih berada di dalam kawasan yang beda pemangkunya, untuk itu daerah harus menyampaikan usulan ke instansi terkait, agar dapat di rekomendasikan dalam pengelolaannya.
“Seperti wisata air Terjun kita ada beberapa masuk ke dalam kawasan hutan negara tentu ketika akan dilakukan pengembangan kita harus mendapat izin terlebih dahulu,” sampainya.
Riskan juga menjelaskan Mukomuko juga memiliki desa wisata yang telah di mengantongi surat keputusan (SK) Bupati Mukomuko dari beberapa tahun yang lalu.
Hanya saja dari 53 desa wisata yang terdata baik itu wisata buatan, bahari dan sungai, hanya ada lima desa wisata yang dinyatakan aktif pengelolaannya.
Sedangkan 48 desa wisata lainnya mati suri, ada namun tidak dikelola lagi.
“Kami baru saja rampung melakukan monitoring diawal tahun lalu terhadap 53 desa wisata pemegang SK. Namun sayangnya hanya menyisakan lima desa yang masih aktif pengelolaannya,” terang Riskan.
Riskan mengatakan, lima desa wisata yang masih aktif tersebut diantaranya, desa wisata Pulau Baru, Desa Arga Jaya, Teluk Bakung, Maju Makmur dan Agung Jaya.
Sedangkan sebanyak 48 desa wisata yang mati suri ini masih belum diketahui apa yang menjadi penyebab.
Tentunya jika tidak dikelola dengan baik, maka tidak akan menghasilkan pendapatan asli desa (PADes), sehingga sudah pasti Pemdes akan merugi.
“Mengaktifkan desa wisata, bukanlah hal yang mudah butuh ketekunan dan keuletan. Dan tidak kalah pentingnya lagi mau belajar untuk membangun jaringan terhadap pihak lain. Baik pihak swasta maupun pemerintahan, tentunya hal tersebut menjadi PR bagi 48 Pemdes tersebut,” ujarnya.
Lanjutnya, kemudian juga sat ini ada tiga desa wisata baru yang baru bergabung mengembangkan potensi wisata yang ada di desa.