Sawit Pesantren Dikorbankan, Rp143 Juta Mengalir ke Program Jagung Desa
TANAM: Pemdes menanam jagung dibekas lahan sawit produktif. FIRMANSYAH/RB--
“Program ini pakai uang rakyat, uang Dana Desa. Jadi harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Selain itu, warga juga mempertanyakan potensi keuntungan dari program tersebut. Mereka meragukan hasil jagung dapat menandingi pendapatan dari kebun sawit produktif.
“Kami berharap kalau sawit ditebang, hasil jagung nanti bisa lebih besar. Kalau tidak, berarti program ini justru merugikan desa,” tambahnya.
BACA JUGA:Penolakan Tambang Emas PT. ESDM Berlanjut, Pemprov Bengkulu Belum Keluarkan Rekomendasi
BACA JUGA:Bantah Rapel, Pemkot Bengkulu Pastikan Gaji PPPK Dibayar Tepat Waktu
Sementara itu, Kepala Desa Pondok Lunang, Burhandari, menegaskan bahwa pemanfaatan lahan sawit untuk program ketahanan pangan sudah melalui musyawarah desa. Ia menyebut kebijakan itu bukan keputusan sepihak, melainkan hasil kesepakatan bersama warga.
“Kebun sawit di area Pondok Pesantren itu sekarang statusnya sudah menjadi perkebunan desa. Pengelola pesantren juga sudah menyerahkan pengelolaannya kepada Pemdes,” jelasnya.
Burhandari mengungkapkan, Desa Pondok Lunang tidak memiliki lahan kosong lain untuk memenuhi program ketahanan pangan yang diwajibkan pemerintah pusat. Karena itu, Pemdes memilih memanfaatkan lahan sawit tersebut.
“Persoalan pemanfaatan lahan ini sudah dibawa ke musyawarah desa. Warga menyetujui penebangan sawit untuk dijadikan lahan tanam jagung. Ini bukan keputusan pribadi saya,” katanya menegaskan.