Mengenal Sejarah Perayaan Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman, Ini Perbedaanbya

Mengenal Sejarah Perayaan Tabot Bengkulu dan Tabuik Pariaman, Ini Perbedaanbya--Koranrb.id

Tabuik Pariaman bermula dari tradisi yang berasal dari kepercayaan Islam Ahlul Bayt atau Syiah.

Konon, tradisi ini pertama kali diperkenalkan oleh pedagang Arab yang datang ke Pariaman pada abad ke-19. Tabuik sendiri merupakan replika dari kata bahasa Arab "turbah", yang berarti tanah tempat berdoa dalam agama Islam.

BACA JUGA:9 Rahasia Dunia yang Masih Menjadi Teka-Teki Belum Terpecahkan, Salah Satunya Stonehenge di Inggris

Dalam konteks Tabuik Pariaman, replika ini berupa patung yang menggambarkan para martir Islam, terutama cucu Nabi Muhammad, Husain bin Ali.

Tabuik Pariaman juga diwarnai dengan berbagai ritual dan tradisi yang khas.

Persiapan untuk festival ini dimulai jauh-jauh hari sebelumnya, di mana masyarakat setempat, terutama generasi muda, terlibat aktif dalam pembuatan Tabuik.

Tabuik dibuat dari bahan-bahan seperti bambu, rotan, dan kertas, dengan desain yang menggambarkan figur-figur penting dalam sejarah Islam.

Prosesi utama Tabuik Pariaman dimulai dengan pengangkatan Tabuik dari tempat pembuatannya menuju tempat perayaan.

Pengangkatan ini diiringi dengan musik dan tarian tradisional, serta doa-doa yang dipimpin oleh tokoh agama setempat.

BACA JUGA:ASN Pemprov Bengkulu Terjun Dunia Politik, Ini Kata Gubernur Bengkulu

Puncak acara terjadi pada saat Tabuik diturunkan dengan penuh kehormatan dan kemudian dilemparkan ke laut sebagai simbol pengorbanan dan penyerahan diri kepada Tuhan.

Tabuik Pariaman memiliki makna yang mendalam dalam konteks kehidupan masyarakat Minangkabau.

Selain sebagai pengingat akan peristiwa sejarah dalam Islam, festival ini juga menjadi sarana untuk memperkuat identitas keagamaan dan budaya mereka. Simbolisme dari prosesi Tabuik yang berakhir dengan dilemparkannya ke laut juga mengandung pesan spiritual tentang kebesaran Tuhan dan ketaatan kepada-Nya.

Tag
Share