Hilirisasi Pertanian Jadi Terobosan Signifikan Transformasi Perdagangan

FORUM: Dialog kebijakan Gambir Trade Talk merupakan salah satu forum dialog kebijakan yang dilaksanakan secara rutin oleh Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) untuk mendukung perumusan rekomendasi kebijakan di Kementerian Perdagangan.-foto: kemendag/koranrb.id-

BACA JUGA:Digelar Awal November 2024, 7 Pasangan Catin di Kota Bengkulu Daftar Ikut Nikah Massal

BACA JUGA:Ormas Bisa Lakukan Pemantauan Pilkada 2024, KPU Buka Pendaftaran

Khusus  pada  sektor  perdagangan  pertanian, Puntodewi  juga  menyampaikan  perlunya  kolaborasi  untuk menghadapi tantangan terkait isu lingkungan dan perubahan iklim, meliputi fenomena El Nino, kebijakan European  Union  on  Deforestation-free  Regulation  (EUDR),  dan  isu  pertanian  berkelanjutan.

Selain  itu, perlu adaptasi  teknologi  dalam  upaya  meningkatkan  efisiensi  dan  produktivitas  sektor  pertanian, seperti penerapan perdagangan digital lintas batas yang memungkinkan akses yang lebih luas ke pasar global. Tidak kalah penting adalah tantangan situasi geopolitik dan preferensi perdagangan dengan negara mitra (friendshoring).

Contohnya,  larangan  ekspor  dan  impor  serta  kebijakan  tarif  bea  masuk  yang  dapat mempengaruhi daya saing produk pertanian Indonesia.

Sementara  itu,  Dekan  Fakultas  Ekonomi dan Manajemen  IPB, Irfan  Syauqi  Beik  menyampaikan,  pertanian adalah  isu  strategis  karena  menurut  Presiden  Soekarno,  kedaulatan  negara  bergantung  pada  ketahanan pangan.

Menurut Irfan, sektor pertanian masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

"Sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian masih potensial untuk berkembang. Tantangan yang ada perlu dihadapi dengan strategi kebijakan yang dirumuskan seluruh pemangku kepentingan," jelas Irfan.

GTT  ke-16  menghadirkan  narasumber Direktur  Perundingan  Organisasi  Perdagangan  Dunia  Kementerian Perdagangan Wijayanto, Direktur International Trade Analysis and Policy Studies (ITAPS) Fakultas Ekonomi dan  Manajemen  (FEM)IPB  University Sahara,  dan  anggota  Komite  Perkebunan  Bidang  Pertanian  dan Kehutanan APINDO Arief Susanto. Bertindak sebagai moderator Eisha Rachbini.

BACA JUGA:Pengerukan Alur Pelabuhan Bahas Perusahaan yang Miliki Izin

BACA JUGA:Soal Bagi Hasil Mega Mall, Ini Penjelasan Pemkot dan Pengelola

Dalam  kesempatan  ini, Wijayanto  menekankan,  produk  olahan  pertanian  Indonesia  memainkan  peran penting  dalam  perekonomian  nasional  dan  menjadi  andalan  dalam  perdagangan  internasional.  Potensi besar  dari  sektor  ini  mencakup  pasar  global  yang  semakin  peduli  dengan  produk  berbasis  kesehatan, keberlanjutan, dan kualitas tinggi.

"Hilirisasi  sawit  bisa  mencapai  lebih  dari duaribu  produk.  Dengan  fokus  pada  inovasi  produk  dan peningkatan  keberlanjutan,  Indonesia  dapat  terus meningkatkan  nilai  tambah  dari  produk  pertanian di pasar internasional," jelas Wijayanto.

Sementara, Sahara menyoroti urgensi kompleksitas ekonomi dan ekspor. Ekspor produk yang sudah diolah akan lebih menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.

"Kita  bandingkan  ekspor  biji  kopi  mentah  dengan  biji  kopi  panggang,  biji  kakao  dengan  coklat  premium, rumput  laut  dengan  agar-agar,  karagenan,  bioetanol,  kosmetik,  dan  produk  farmasi.  Tentu  lebih  mahal dan  kompleks  jika  komoditas  pertanian  sudah  diolah  dan  diberi  nilai  tambah.  Faktor  keragaman  dan kecanggihan  produk  inilah  menjadi  dua  faktor  utama  penentu  indeks  ECI  Indonesia. Negara-negara berpendapatan  tinggi  cenderung  memiliki  nilai  ECI  yang  tinggi,  seperti  Jepang (2,19),  Amerika  Serikat (1,56),dan Singapura (1,84)," urai Sahara.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan