Awas Politik Uang ! Kandidat Respon Dugaan Kebocoran Data Pemilih

Dempo Xler, S.IP, M.AP--

Namun, seperti yang diketahui bahwa tidak ada sistem keamanan yang 100 persen bisa melindungi sistem yang dijaganya. Perkembangan serangan siber itu semakin canggih dan banyaknya perubahan malware yang beredar," jelasnya. 

Terkait kebocoran data DPT, lanjutnya, sebenarnya tidak berdampak langsung terhadap hasil pemilu. Tapi, data itu potensial digunakan untik mencederai proses pemilu. Misalnya, data digunakan untuk politik uang dan kampanye terselubung. "Data DPT itu bisa digunakan untuk banyak hal," ujarnya.

BACA JUGA:Dempo Xler: Optimis Bengkulu Lebih Baik

Dia mengatakan, perlu diketahui CISSReC beberapa bulan lalu memberikam assessment terhadap keamanan sistem, server dan website dari KPU dan KPUD. Asessment setebal 500 halaman itu dapat digunakan untuk memeriksa apakah benar terdapat celah keamanan dalam sistem KPU. "Seharusnya bisa dimitigasi, karena kami berikan langkah mitigasinya. Ini bisa mengurangi celah keamanan dalam sistem," terangnya.

Pengamat Politik sekaligus Guru Besar Riset Politik BRIN Ikrar Nusa Bhakti membeberkan bahaya kebocoran data pemilih. Salah satunya terdapat potensi terjadi duplikasi data pemilih yang merugikan integritas pemilu dan mengancam keabsahan hasilnya.

Dia khawatir kerentanan DPT akan berpotensi terjadinya pemungutan suara di TPS, yang bukan sesuai KTP pemilih. “Nah, dikhawatirkan DPT tersebut juga digunakan di TPS sesuai alamat tempat tinggal kita yang tertera di KTP” ujar Ikrar. 

Ikrar sudah menduga, hal semacam itu dapat terjadi sejak KTP berubah menjadi KTP elektronik karena lisensi microchip e-KTP dimiliki pihak swasta. Tidak hanya pada saat pemilu, karena data base itu untuk berbagai macam kepentingan, misalnya dalam hal perbankan.

Keamanan data pemilih menjadi isu krusial dalam konteks pemilu. Serangan siber terhadap lembaga pemilihan, seperti KPU juga bisa memiliki dampak serius terhadap integritas demokrasi. 

Ikrar mempertanyakan langkah-langkah KPU, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) guna melindungi data pemilih dari serangan siber yang terus berulang dan mitigasi potensi penyalahgunaan data dalam pemilu mendatang. 

Terkait peran BSSN, Ikrar menjelaskan bahwa payung hukum yang menaungi BSSN perlu diubah menjadi undang-undang, mengingat sekarang ini BSSN masih bernaung di bawah payung hukum Peraturan Presiden Nomor 53 tahun 2017. “Payung hukum BSSN ini lho, seolah-olah membuat BSSN ragu dalam bertindak, coba Anda tanya orang BSSN jawabannya pasti sama” kata Ikrar.

Sementara itu, Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan, KPU masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh gugus tugas pengamanan siber. Sehingga dapat diketahui apakah klaim peretasan benar atau tidak.

"KPU memberikan akses seluas-luasnya kepada tim tanggap insiden untuk bersama-sama melindungi dan mencegah terjadinya penyebaran data pemilih," imbuhnya.

BACA JUGA:Disetujui 7 Fraksi, APBD RL 2024 Rp 1,07 Triliun

Dari sisi internal, pihaknya sudah melakukan sejumlah pengecekan dan analisis. "Seperti analisis log akses, analisis manajemen pengguna, dan analisis log lainnya yang diambil dari aplikasi maupun server," ujarnya. Sebagai antisipasi, KPU juga menonaktifkan akun-akun pengguna Sidalih sebagai upaya penanganan peretasan tersebut lebih lanjut.

Komisioner KPU RI Idham Holik menambahkan, dugaan kasus kebocoran dipastikan tidak mengganggu akses pelayanan publik pada situs cekdptonline. Publik masih bisa mengecek status sebagai pemilih dan lokasi TPS-nya. "Cek DPT online masih nerfungsi dengan baik," tegasnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan