UMP Naik, Gub Tunggu Usulan Asosiasi Pekerja
Guberbyr Bengkulu, Prof. Dr. H. Rohidin Mersyah, MMA --BELA/RB
BENGKULU, KORANRB.ID - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu bersama Dewan Pengupahan sudah melakukan rapat terkait kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024. Berdasarkan hasil rapat tersebut, terdapat kenaikan UMP 2024 sebanyak 3,87 persen, yakni dari Rp 2.418.280 menjadi Rp 2.507.079.
Gubernur Bengkulu, Prof. Dr. H. Rohidin Mersyah, M.MA, mengatakan pihaknya akan melihat terlebih dahulu usulan asosiasi pekerja yang ada di kabupaten/kota. Hal tersebutlah yang akan menjadi panduan dasar agar Provinsi bisa menetapkan kenaikan UMP tersebut.
"InsyaAllah naik, tetapi minimalnya kita lihat dulu. Karena nanti kan ada tripartit antara perusahaan, divisi, pengupahan, dan sebagainya," jelas Rohidin, kemarin (20/11).
Hal tersebut masih akan ditindaklanjuti bersama. Namun, ia menegaskan kenaikan tersebut pasti terjadi. "Kenaikan inilah yang setelah ditetapkan provinsi, baru kabupaten/kota menetapkan Upah Minimum kabupaten/Kota (UMK) mengikuti acuan UMP," pungkasnya.
BACA JUGA:Upacara HUT Provinsi Bengkulu ke-55, Gubernur Imbau Agar Pemilu Damai dan Menggembirakan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, bahwa hingga Senin petang (20/11) belum ada satupun gubernur yang melapor besaran UMP 2024-nya pada Kemenaker. Putri meminta masyarakat menunggu lantaran masih ada dua hari sampai batas akhir penetapan.
”Sudah ada mungkin yang menetapkan tapi belum info ke kami,” pungkasnya.
BACA JUGA:Hari Ini Launching Buku “Bengkulu Hebat”, Gubernur Hilangkan Stigma Buruk
Sebagai informasi, jika merujuk pada Pasal 29 PP 51/2023, UMP ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat tanggal 21 November tahun berjalan. Jika tanggal 21 November jatuh pada hari Minggu, hari libur nasional, atau hari libur resmi, UMP ditetapkan dan diumumkan oleh gubernur atau pejabat gubernur sehari sebelum hari Minggu, hari libur nasional, atau hari libur resmi tersebut. Penetapan besaran UMP tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 PP 51/2023. UMP sebagaimana dimaksud berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Hal ini ditegaskan kembali dalam surat nomor B-M/243/HI.01.00/XI/2023 tertanggal 15 November 2023. Dalam beleid tersebut, gubernur diminta untuk menetapkan UMP 2024 sesuai dengan PP 51/2023. Kemudian, gubernur diwajibkan menetapkan dan mengumumkan UMP paling lambat 21 November. Sementara untuk upah minimum kabupaten/kota (UMK) paling lambat 30 November.
BACA JUGA:Tak Gubris Peringatan, Bawaslu Copot Paksa APK dan APS
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler, S.IP, M.AP, mengatakan UMP setiap tahunnya harus naik. Kenaikan tersebut dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan pokok rakyat yang paling mendasar, seperti halnya kebutuhan pangan yang wajib.
"Seperti halnya menimbang berapa kebutuhan beras dan sebagainya, itulah yang dihitung untuk menjadi kelayakan kenaikan UMP," ujar Dempo.
Fluktuasi harga menentukan indikator dari UMP. Seperti halnya kenaikan beras, maka UMP wajib naik. Secara garis besar, perusahaan juga akan mengalami keuntungan. Seperti halnya, kenaikan minyak maupun beras maka nilai jual pun naik, dan sebagainya.
BACA JUGA: Gubernur Rohidin: Muhammadiyah Jangan Pernah Mundur
"Seperti halnya solar naik maka CPO tentu juga naik. Tetapi sebenarnya, UMP itu bukan diukur dari persen non persen. UMP dilihat dari nilai baku masyarakat setempat," tutupnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menegaskan bahwa isu upah erat kaitannya dengan daya saing investasi Indonesia. Karenanya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024 diminta realistis sesuai dengan kemampuan dunia usaha.
Kenaikan UMP, kata Shinta, berpotensi memberatkan industri padat karya yang berorientasi ekspor dan terpengaruh pelemahan permintaan global akibat perlambatan ekonomi dan resituasi geopolitik. ”Padahal, sektor ini salah satu penopang serapan tenaga kerja,” ujar Shinta.
BACA JUGA:Hoaks Sudutkan Hamas, 12 Ribu Lebih Warga Palestina Tewas
Shinta berpendapat bahwa kenaikan UMP tidak bisa disamaratakan untuk semua wilayah menggunakan ketentuan formula yang baru. Hal ini mengingat adanya variabel atau faktor yang menentukan besaran kenaikan upah di setiap wilayah. Di antaranya inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu pada wilayah yang bersangkutan. ”Variabel tersebut menjadi faktor pendorong daya beli masyarakat sesuai situasi inflasi dan pertumbuhan daerah tersebut,” tambahnya.
Dia menambahkan, besaran kenaikan UMP harus realistis dengan mempertimbangkan kemampuan dunia usaha, faktor ketenagakerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan besaran inflasi. ”Apindo pada dasarnya tentu akan menghormati aturan yang berlaku serta mengacu pada regulasi berlaku yang sudah memuat ketentuan formulasi dan hitungan tersendiri,” urai Shinta.
Lebih lanjut, Apindo berharap bahwa semua perhitungan, baik inflasi maupun pertumbuhan ekonomi, harus konsisten menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan mengacu pada besaran daerah masing-masing alias bukan ditetapkan secara nasional. ”Metode ini akan mencerminkan kondisi riil tingkat konsumsi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah, sehingga kesejahteraan buruh terjaga dan daya saing industri meningkat,” tegas Shinta. (bil/pkt)