Dan yang kedua, ada puluhan pelajar yang bermukim di Desa Simpang harus menyebrangi sungai dengan kedalaman setinggi pinggang orang dewasa, hanya untuk pergi bersekolah.
Tidak sedikit ada yang dibantu dengan cara digendong maupun dengan bantuan tali karena takut terseret arus yang cukup deras tersebut, terlebih lagi saat hujan baru saja turun.
Menurut Kades, fenomena tersebut sudah sering dilakukan dan menjadi rutinitas warga dan pelajar setiap harinya.
Karena jalan satusatunya untuk menyebrang dengan waktu yang singkat yakni melintasi sungai.
"Inilah kondisinya, terutama saat hujan deras pasti debit air sungai akan naik dan mau tidak mau sungainya harus tetap disebrangi," keluh Kades.
Dikatakan Kades, untuk melintas jembatan lama yang sudah rusak sejak 2015, sepertinya tidak akan menjadi pilihan utama lagi demi keselamatan warga.
Namun saat ini warga dirinya dan warga desa masih menunggu informasi adanya relokasi jembatan yang akan dibangun oleh Kementrian PUPR, karena direncakan relokasi tersebut akan dilakukan dipenghujung tahun ini.
Padahal dua masyarakat Desa Simpang, yakni Aprinto dan Martono telah menghibahkan tanah berukuran 6x6 meter disetiap ujung jembatan yang akan dibangun.
"Saat ini kita masih menunggu dan berharap cepat direalisasikan, dari masyarakat juga sudah mendukung. Terbukti dengan adanya hibah sepetak tanah di kedua ujung lokasi relokasi jembatan," ungkap Kades.
Viralnya jembatan gantung di Desa Simpang Kecamatan Seluma Utara beberapa waktu lalu memang sudah menjadi perhatian Kementerian PUPR.
Nantinya ukuran jembatan yang direlokasi akan sama persis dengan jembatan yang dibangun sebelumnya, yakni dengan panjang 45 meter dan lebar akan lebih dari 1,5 meter.