Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Selatan menghadirkan empat saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi dana SMK IT Al-Malik.
BACA JUGA:1 Mobnas Terjaring Ops Patuh Nala Sat Lantas Polres Lebong, 85 Tilang Dikeluarkan
“Dua saksi dari Guru SMK IT Al-Malik Bengkulu Selatan, satu saksi Bendahara BOS tahun 2021 dan juga pihak Toko Komputer tempat terdakwa berbelanja,” jelas Kasi Intelijen Kejari Bengkulu Selatan, Hendra Catur Putra, SH, MH kepada RB, Senin, 15 Juli 2024.
Dua saksi Guru yakni Jeni Rahmayanti dan Rizky Dwi Tama dicecar pertanyaan dalam persidangan.
Terungkap dari dua saksi, sebenarnya jumlah siswa SMK IT Al-Malik ada 30 untuk 3 kelas dari kelas 10 hingga kelas 12.
“Selaku wali kelas saksi menyampaikan bahwa jumlah siswa sebenarnya tidak lebih dari 30 siswa total keseluruhan kelas X-XII,” terang Hendra.
Dilanjutkan Hendra, ada dugaan modus siswa fiktif, hal tersebut terungkap dari absen wali kelas yang dipalsukan.
Saat dilihat pada bukti yang diberikan JPU dan saksi menegaskan bahwa tidak pernah menandatangani absen dengan jumlah siswa berlebihan mereka hanya menanda tangani jumlah siswa yang sebenarnya.
“Untuk absensi wali kelas atas nama saksi bukan saksi yang membuat dan tanda tangan saksi dalam absensi sebagai wali kelas dipalsukan,” jelas Hendra.
Berlanjut pada kesaksian Bendahara BOS SMK IT Al-Malik tahun 2021 yakni Meri Mirnawati. Ia menerangkan bahwa benar saksi diajak terdakwa untuk pencairan dan saksi juga tahu akan melakukan pencairan.
Namun setelah BOS cair, yang mengelola itu adalah terdakwa dan juga segala bentuk SPJ dibuat oleh terdakwa sendiri.
“Saksi ditunjuk tedakwa sebagi Bendahara BOS dan benar saksi ada menemani terdakwa melakukan pencairan BOS, tapi seluruh dana tersbut disimpan dan dikelola oleh terdakwa dan SPJ penggunaan BOS 2021 bukan dibuat oleh saksi,” terang Hendra.
Belum usai, fakta-fakta kembali menguat dari keterangan saksi pemilik Toko Finto Komputer, Finto Danur.
Ia mengungkapkan bahwa terdakwa pernah membeli 13 unit komputer dan laptop bekas, namun harga terlampir dalam kuitansi sudah di mark up sesuai permintaan terdakwa.
“Saksi mengungkapakan bahwa terdakwa memang membeli komputer dan laptop namun untuk harga di kuitansi sudah d ubah oleh terdakwa,” jelas Hendra.