JAKARTA, KORANRB.ID – Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari badan usaha milik negara (BUMN) telah melampaui target awal. Perusahaan pelat merah di sektor perbankan disebut sebagai sektor yang memberikan kontribusi paling maksimal. Selain itu, juga didorong penerimaan dari sektor nonbank seperti PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, penerimaan dari BUMN telah mencapai Rp 74,1 triliun. Angka itu sama dengan 150 persen lebih tinggi dari target. ”Ini karena setoran dari dividen BUMN, terutama yang masih profitable seperti perbankan itu sangat positif, maupun beberapa yang non perbankan, seperti Pertamina, PLN, dan lainnya,” ujarnya.
BACA JUGA:Program PAUD Menyenangkan Bagi Anak
Selain itu, penerimaan SDA nonmigas mencapai Rp116,8 triliun. Penerimaan ini ditopang oleh penyesuaian tarif iuran produksi atau royalti batu bara seiring berlakunya PP 26 Tahun 2022. Kemudian, dari BLU mencapai Rp 72 triliun, didorong pendapatan BLU non-kelapa sawit.
Hingga Oktober 2023, Sri Mulyani mencatat PNBP sebesar Rp 494,2 triliun atau 112 persen dari target APBN.
Sementara itu, diketahui bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengerek target baru setoran dividen BUMN menjadi Rp 81,53 triliun dalam beleid terbaru. Secara terperinci, pendapatan bagian laba BUMN perbankan dipatok Rp 40,84 triliun. Sedangkan nonbank senilai Rp 39,85 triliun.
BACA JUGA:BPBD Diminta Pangkas Pohon, Curah Hujan Meningkat, Selokan Tersumbat
Di sisi lain, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo memaparkan, dividen untuk perbankan berkaitan dengan performa perusahaan. ”Kalau melihat tren ini optimistis tercapai karena tinggal menaikkan sedikit lagi. Dengan pembiayaan yang masih tumbuh di tengah kenaikan biaya dana, ini positif masih bisa tercapai,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyatakan bahwa dinamika ekonomi dan geopolitik global yang terjadi saat ini menyebabkan ketidakpastian laju ekonomi di masa mendatang. Hal itu sedikit banyak ikut berpengaruh pada kinerja BUMN.
Tantangan tersebut meliputi pengetatan kebijakan moneter yang terus berlanjut sebagai respons terhadap inflasi, penyaluran kredit yang diperketat, serta meningkatnya tensi geopolitik yang terjadi akhir-akhir ini. ”Ketidakpastian ekonomi global juga tecermin dari adanya perbedaan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh organisasi internasional, yaitu Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia,” tegasnya. (agf/c17/oni)