KORANRB.ID - Perambahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran terkesan dibiarkan oleh aparat penegak hukum (APH).
Bahkan pelakunya yang diduga pejabat dan mantan pejabat seolah-olah kebal hukum.
Sebab, perambahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sudah lama terjadi.
Aktivitas perkebunan kelapa sawit ilegal terus berlangsung di sana.
BACA JUGA:BSI Kembali Hadir Bantu Pelaku Usaha di Mukomuko Dapat KUR
"Kenapa belum ada tindakan? Padahal sudah nyata-nyata. Kalau dibiarkan dan tutup mata, hutan kita semua bisa menjadi perkebunan pribadi. APH harus bergerak," pinta Aktivis Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) Bengkulu, Wahyu Akbar.
Sementara itu konflik antara hewan dilindungi seperti harimau dan beruang yang habitnya disulap menjadi perkebunan sawit ilegal akan terus terjadi, selama pembukaan kawasan hutan menjadi kebun sawit ilegal di Mukomuko tidak dapat dihentikan.
Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Konservasi Harimau Sumatera Lingkar Inisiatif Iswadi. Menurutnya konflik hewan yang dilindungi seperti harimau, beruang, dan juga ada gajah bukan kali pertamanya terjadi di Mukomuko.
“Kami mencatat sepanjang tahun 2024 ada 10 kasus konflik harimau dan manusia yang terjadi di Mukomuko. Tentu sebenarnya ini sudah menjadi perhatian serius bagi penyelenggara negara,”kata Iswadi.
BACA JUGA:Tidak Taat Dokumen UKL-UPL, Polisi Telusuri Pelanggaran Tambak Udang Kaur
BACA JUGA:Biasakan Menabung Sejak Dini, Solusinya: Tabungan SimPel Bank Bengkulu
Iswadi mengatakan, rusaknya habitat harimau tidak lain disebabkan oleh maraknya kebun sawit ilegal di kawasan hutan.
Dikuasai pemodal-pemodal besar dan jaringan yang kokoh sehingga susah untuk dihentikan aktivitas tersebut. Tentu dampak keserakahan oknum tersebut masyarakat lokal kembali dirugikan.
“Tidak menutup kemungkinan kasus serangan harimau ini kembali terjadi. Sebab habitat mereka tidak menyediakan makanan lagi. Karena hutan disulap menjadi kawasan tanaman monokultur,”ujarnya.