Kepahiang Zaman Belanda
Masih menurut Emong pula, di dalam sketsa peta buatan kolonial Belanda tahun 1831 wilayah yang saat ini dinamai Kepahiang, ternyata belum ada penyebutan nama Kepahiang.
Wilayah Kepahiang saat ini masih disebut dengan nama Rejang Tengah, Rejang Musi Ulu dan Rejang Musi Ilir. Kemudian, pada 1860 menjadi wilayah Rejang Tengah, Rejang Musi Ulu dan Musi Ilir dibentuk menjadi Onder Afdeling Rejang.
BACA JUGA:Libas US Salernitana, Juventus Amankan Tiket Delapan Besar Coppa Italia
Sedangkan pusat kotanya dinamai Kepahiang. Saat itu Kepala pemerintahan Kolonial Belanda yang pertama bertugas di Kepahiang adalah Pruy Van Der Hoeven. Apakah kata Kepahiang ini pertama dimunculkan tahun 1860 atau jauh sebelum itu, ini pula lanjutnya masih memerlukan pembuktian ilmiah lebih jauh.
Nama Kepahiang makin jadi perhatian saat memasuki abad 20. Ajisman Jumhari dalam sebuah tulisannya berjudul "ORANG JAWA DI KABAWETAN KABUPATEN KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU STUDI TENTANG SEJARAH SOSIAL EKONOMI DI KELURAHAN TANGSI BARU", mengambarkan bagaimana gencarnya Belanda mengeruk hasil bumi Kepahiang.
Ini ditandai dengan pembukaan lahan perkebunan teh Kabawetan, sekaligus mengangkut pekerja dari pulau jawa. Disebutkan, kelompok peserta kolonisasi pertama ini sampai di Bengkulu pada bulan Maret 1908. Mereka adalah orang Sunda yang berasal dari daerah Bogor, Sukabumi, dan Tasikmaya yang berjumlah 122 orang yang terdiri atas 66 orang dewasa dan 56 anak-anak (Ginkel, 1917:1560).
BACA JUGA:Jual Elpiji 3 Kg Tanpa KTP Agen Akan Ditutup Pertamina
Dari Bengkulu, mereka harus berjalan kaki selama tiga hari menuju lokasi kolonisasi di Kepahiang yang jaraknya 60 KM. Orang Jawa di Kabawetan khususnya di Kelurahan Tangsi Baru sebagian besar berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari Jawa Timur seperti Surabaya, Kelaten, 44 Orang Jawa di Kabawetan Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu Jokyakarta, Koto Warjo, Suko Warjo, Prowejo.
Mereka dipekerjakan sebagai kuli kontrak pemetik teh. Kebutuhan akan buruh pemetik teh kian besar, manakala pada tahun 1933-1936 Belanda membuka pabrik teh di Kabawetan tepatnya di Desa Tangsi Baru, yang saat ini merupakan nama kelurahan di Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang.
Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1908 berdasarkan Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1908 no.646, Keresidenan Bengkulu dibagi menjadi lima daerah afdeeling, yaitu Afdeeling Bengkulu, Afdeeling Lebong, Afdeeling Seluma, Afdeeling Manna, dan Afdeeling Krui.
BACA JUGA:Kolektor Ditangkap, Gelapkan Uang Nasabah Rp14,8 Juta
Baru setelah adanya ekspedisi militer ke wilayah sumber tinggi pada tahun 1868 dengan tujuan untuk memadamkan kerusuhan dibeberapa daerah perbatasan Bengkulu seperti daerah Empat Lawang dan Pasemah, jalan beraspal mulai dibangun di daerah dari Kepahinag sampai Kepala Curup serta dari Tebing Tinggi hingga Taba Penanjung.
Pembangunan infrastruktur jalan raya semakin diintensifkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sejak berdirinya berbagai perusahaan besar dibidang pertambangan di daerah Rejang Lebong. Perusahaan perkebunan dan pertambangan membangun jalan untuk tujuan memudahkan alat transportasi yang membawa peralatan pertambangan dan perkebunan serta mengangkut hasil hasil pertambangan dan perkebunan ke pelabuhan Bengkulu.
Kepahiang Pusat Perjuangan
Sempat diduduki Jepang, sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, Kepahiang tetap menjadi ibukota Kabupaten Rejang Lebong dan menjadi ibukota perjuangan karena mulai dari pemerintahan sipil dan seluruh kekuatan perjuangan terdiri dari Laskar Rakyat, Badan Perlawanan Rakyat (BTRI dan TKR sebagai cikal bakal TNI juga berpusat di Kepahiang.