MEDAN,KORANRB.ID - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara (Sumut) mencatat, ada 34.897 pemilih katagori disabilitas yang memiliki hak suara pada Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, 8.808 pemilih dinyatakan kategori disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Dari data yang diterima Sumut Pos dari KPU Sumut, 34.897 pemilih katagori disabilitas tersebut dibagi dalam beberapa kategori. Adapun rinciannya, disabilitas fisik sebanyak 14.984 pemilih (0,0014 persen), disabilitas intelektual 1.881 pemilih (0,0002 persen), disabilitas mental 8.808 pemilih (0,0008 persen). Kemudian, disabilitas sensorik wicara sebanyak 4.955 pemilih (0,0005 persen), sensorik runggu 1.037 pemilih (0,0001 persen), dan disabilitas sensorik netra sebanyak 3.232 pemilih (0,0003 persen).
Menurut Anggota KPU Sumut, Frendianus Joni Rahmat Zebua, KPU Sumut memberikan ruang dan hak yang sama kepada pemilih disabilitas mental alias ODGJ ini dalam memberikan hak suaranya. "Secara umum, ODGJ ini kita masukkan dalam (pemilih) disabilitas. Kan ada katagorinya, disabilitas mental dan lainnya. Jadi, di Sumut ini tidak ada TPS khusus ODGJ," kata Frendianus kepada Sumut Pos, Jumat (19/1) siang.
BACA JUGA:Sebulan Lagi Pemungutan Suara, Lima Komisioner KPU Aru Ditahan
Meski tak ada TPS khusus untuk ODGJ, namun KPU Sumut ada menyediakan fasilitas khusus untuk kepada pemilih disabilitas di TPS nantinya. "Jadi tidak ada TPS khusus untuk ODGJ, tidak ada itu. Semua itu masuk dalam katagori disabilitas," tegasnya lagi.
Frendianus menambahkan, bagi pemilih ODGJ, selama mendapatkan izin dari dokter jiwa untuk memberikan hak suaranya di TPS, wajib dilayani oleh petugas KPPS. "Contohnya, dia disabilitas mental, diizinkan dokter, untuk kemungkinan dia (ODGJ) masih bisa mencoblos, dia diberikan ruang," jelas Koordinator Divisi Data KPU Sumut ini.
Lebih lanjut Frendianus memastikan, KPU kabupaten/kota sudah menyiapkan fasilitas hingga simulasi pencoblosan dengan pemilih berstatus disabilitas. Sehingga mereka memiliki hak, harus dipenuhi dan difasilitasi. "Nanti (di TPS) untuk disabilitas diberi ruang khusus, seperti kursi-kursi dan lainnya, khusus untuk mereka," pungkasnya.
Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut, meminta KPU Sumut untuk memberikan fasilitas dengan sebaik-baiknya kepada pemilih disabilitas pada hari pencoblosan, 14 Febuari 2024. "Mekanisme fasilitas itu ada di KPU, sehingga harus diberikan fasilitas sebaik-baiknya," kata Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Bawaslu Sumut, Saut Boangmanalu kepada Sumut Pos, kemarin (19/1).
Saut mengungkapkan, untuk memberikan fasilitas bagi pemilih ODGJ, harus diketahui kesehatannya secara rohani dan kejiwaan, yang diperiksa oleh dokter spesialis jiwa. "Di PKPU kalau tidak salah, dia (ODGJ) dipastikan sehat rohani dan kejiwaannya. Kalau untuk memastikan dia sehat secara rohani dan kejiwaannya, adalah dokter," jelas Saut.
BACA JUGA:Format Debat Keempat Seperti Debat Ketiga
"Hal ini menjadi dilema. Kalau di daerah tertentu, tidak ada dokter spesialis kejiwaan bagaimana itu? Ini juga kesiapan dari tim kedokteran. Kita dari Bawaslu, selama kita lihat persiapan memungkinkan, mendorong memberikan hak pilihnya," sebutnya.
Suat menilai, hak pilih dari ODGJ itu ada sisi positif dan sisi negatifnya. Tapi harus sikapi dan fasilitas, dengan sesuai prosedur dan peraturan undang-undang. "Kita mendorong ada sisi positif, ada sisi negatif juga. Positifnya, mendorong memenuhi hak suara ODGJ, sisi negatif takut berbuat atau terjadi tidak diinginkan di TPS," tandasnya.
Pengamat sosial dan politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan, istilah dan status ODGJ adalah sesuatu yang amat teknis dan hanya dapat ditentukan oleh sebuah otoritas keilmuan dan profesi dokter, dan bukan sembarang dokter. "Kalau saya tak salah, Indonesia pernah bimbang soal hak ODGJ dalam Pemilu. Terbukti oleh pembatasan yang ada pada pengaturan pasal 14 ayat 2 UU Pemilu Nomor 12 Tahun 2003 yang kemudian direvisi oleh pasal 19 UU Nomor 10 Tahun 2008," ujarnya kepada Sumut Pos, kemarin (19/1).
BACA JUGA:Musim Penghujan Waspada DBD
Dia menilai, mengapa dulu ODGJ dibatasi? Karena hak pilih juga dapat ditilik dari kualitasnya. Artinya, jika dengan ketidakjelasan pengetahuan tentang demokrasi, Pemilu dan informasi dengan variasi pilihan yang tersedia, maka aspirasi orang dengan kadar serupa itu dipandang kurang bermanfaat dalam demokrasi.