BACA JUGA:Tersangka Korupsi Retribusi TKA Bengkulu Tengah Dilimpahkan ke Pengadilan
“Masalah struktural ini yang membuat generasi kontemporer (generasi muda) berpikir ulang untuk menikah dan ini bukan terjadi di Indonesia saja tapi fenomen global,” katanya.
Pertama terkait masalah finansial. Ada pandangan di dalam pernikahan membutuhkan pendapatan yang stabil.
Menurut Oki, kondisi sekarang sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang memberikan pendapatan yang stabil.
Lebih banyak pekerjaan yang tidak membutuhkan pekerja tetap.
Inilah yang menjadi alasan yang kerap diutarakan untuk menunda atau tidak menikah.
Masalah kedua adalah kemampuan generasi muda memiliki hunian juga sulit.
Sebab harga hunian meningkat. Padahal salah satu kebutuhan dasar adalah papan atau tempat tinggal.
“Selain itu, semakin bervariasi gaya hidup dan pilihan dalam menjalani kehidupan,” tutur Dosen Program Studi Sosiologi UGM itu.
Maraknya penggunaan media sosial menambah referensi gaya hidup seseorang.
Sementara menurut Oki pernikahan sebagai institusi lama yang mencoba eksis.
Melihat kondisi masyarakat sekarang masuk pada modernitas lanjut, maka pernikahan bukan sebuah keharusan.
Alasan-alasan ini juga, menurut Oki, yang menyebabkan perceraian cukup marak. Terutama pada pernikahan baru.
“Kehidupan terkait relationship, pernikahan, atau living together dipaksa mengikuti pergeseran dalam gaya hidup,” tuturnya.
Dengan perubahan pandangan dan cara hidup masyarakat sekarang membuat pemaknaan soal pernikahan berubah juga. “Sekarang menikah tidak cukup dengan cinta saja. Lebih banyak tarik ulurnya,” imbuhnya.