Sebab, semua rapat pleno disiapkan siaran langsung yang dapat disaksikan masyarakat.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah memerintahkan untuk mempublikasi hasil rekapitulasi di setiap tingkatan.
"Apabila rekapitulator telah selesai melakukan rekapitulasi dan menetapkan hasilnya, maka wajib diumumkan masyarakat luas," terangnya.
Idham mengatakan, saat ini proses rekapitulasi di daerah juga terus berlangsung. Bahkan, dalam waktu dekat, akan ada provinsi yang menuntaskan sehingga sudah bisa dinaikkan ke level nasional.
Sementara itu Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan sederet masalah sistem elektronik KPU, khususnya yang terkait dengan rekapitulasi suara, menyebabkan adanya distrust masyarakat terhadap sistem tersebut.
Bahkan, distrust itu juga dialamatkan pada lembaga KPU secara keseluruhan.
Septiaji menyebut meningkatnya distrust itu membuat berita bohong terkait KPU turut meningkat.
Terutama di media sosial (medsos). Menurutnya, KPU perlu memperbaiki pola komunikasi dua arah agar masyarakat mendapatkan informasi yang lebih baik.
”Kalau tidak, maka risikonya adalah ketidakpercayaan publik semakin meningkat, apalagi dengan adanya penutupan diagram itu,” kata Septiaji kepada Jawa Pos, kemarin.
Sistem elektronik Sirekap KPU, lanjutnya, sejatinya bagian dari pencegahan disinformasi. ”Karena dengan disajikannya C hasil kemudian ditampilkan ke publik itu adalah jembatan membangun kepercayaan,” ujarnya.
Ketua Cyberity Arif Kurniawan menambahkan, langkah KPU menyembunyikan tampilan diagram perolehan suara sejatinya tidak masalah.
Namun, tampilan UI/UX dalam bentuk diagram itu umumnya tertuang di kesepakatan awal antara KPU dengan developer yang mengerjakan arsitektur sistem elektronik. ”Jadi gak bisa diubah seenaknya,” terangnya.
Maka dari itu, Arif mempertanyakan apakah KPU sudah mengubah kesepakatan dengan developer terkait dengan tampilan tersebut.
Jika sudah, KPU mestinya menjelaskan kepada masyarakat terkait kesepakatan yang dimaksud.
”Ibaratnya kalau mau ngecat tembok balai desa tidak bisa seenak pilihan kepala desa, harus dibicarakan dengan masyarakat desa,” imbuhnya.
Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin merespon pertanyaan wartawan soal polemik aplikasi Sirekap milik KPU.