Tolak Kenaikan Pajak Hiburan, Pengusaha Ikuti Tarif Pajak Lama
PAJAK: Hariyadi Sukamdani (tiga dari kanan) bersama Hotman Paris (kanan) dan Inul Daratista (dua dari kiri) memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin, 22 Januari 2024.-foto: jpg-
BACA JUGA:Pemkab Rejang Lebong Butuh Tambahan 500 PPK dan PNS
Saat ini, Kementerian Keuangan bersama kementerian/lembaga terkait tengah menyelesaikan kajian untuk memberikan dukungan insentif perpajakan untuk sektor pariwisata yang berupa PPh Badan DTP (Ditanggung Pemerintah).
“Besaran insentif pajak PPh Badan DTP tersebut sebesar 10 persen. Sehingga besaran tarif pajak PPh Badan akan turun menjadi 12 persen (dari tarif normal 22 persen). Hal ini diharapkan akan mampu memberikan angin segar bagi pelaku usaha dan dapat menjaga iklim usaha agar tetap kondusif,” beber Airlangga.
Sementara itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana menyatakan, kurang tepat jika tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan naik. Yang tepat adalah secara umum PBJT justru turun.
Peraturan sebelumnya yakni UU Nomor 28/2009 mengatur tarif PBJT paling tinggi 35 persen. Melalui UU HKPD tarif pajak paling tinggi harus 10 persen.
“Jadi PBJT ini isinya banyak sekali. Dari satu sampai 12. Nomor satu adalah pajak bioskop. Dari paling tinggi 35 persen, sekarang Pemda (pemerintah daerah) mengenakan paling tinggi 10 persen,” terang Lydia.
Saat ini yang lagi ramai itu di pasal 58 UU HKPD ayat 1 urutan nomor 12. Hanya itu yang dikhususkan sebagai jasa hiburan tertentu. Yaitu, bar, club malam, diskotik, karaoke, dan mandi uap/spa.(**)