Rekayasa PDSS: Inspektorat Lakukan Pemeriksaan, Kepala SMAN 5 Kota Bengkulu Non Aktif, Polda Mulai Pengusutan

Pemprov beri penjelasan atas dugaan rekayasa PDSS: Inspektorat lakukan pemeriksaan, kepala SMAN 5 Kota Bengkulu non aktif--bella/rb

Agar pihaknya dapat melakukan investigasi untuk membuktikan dugaan tersebut. 

“Iya pada intinya Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu menilai perlu adanya proses pembuktian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Jaka. 

Dilanjutkan Jaka, selain itu Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu akan turun tangan. Memonitoring kasus yang terjadi di SMAN 5 Kota Bengkulu. Karena kasus ini terindikasi adanya dugaan maladministrasi.

“Kita akan berkoordinasi dengan para pihak dalam hal ini sekolah (SMAN 5 Kota Bengkulu,red), Dinas Pendidikan dan pihak terkait lainnya mengenai permasalahan tersebut,” tutupnya. 

Terduga pelaku yang terbukti bersalah atau dengan sengaja melakukan rekayasa nilai di sistem PDSS bisa dijerat pasal berlapis.

Baik itu dari konteks Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hingga Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata.

Apalagi dugaan rekayasa Nilai PDSS SMAN 5 Kota Bengkulu ini sudah dilaporkan salah satu orang tua siswa yang merasa dirugikan atas hal ini ke polisi.

Dijelaskan Pengamat Hukum Universitas Bengkulu, Randy Pradityo, SH, MH ada beberapa aturan hukum dapat menjerat para pelaku yang diduga telah melakukan rekayasa nilai siswa SMAN 5 Kota Bengkulu di sistem PDSS tersebut.

Mulai dari, perspektif hukum perdata dapat dijerat dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Mengingat adanya kerugian yang dialami oleh pihak lain dalam hal ini adalah siswa yang merasa dirugikan. 

Berdasarkan prespektif pidana dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP dikatagorikan sebagai tindak pidana pemalsuan dokumen, dan Pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang Yang Menyebabkan Kerugian. 

Tidakan rekayasa nilain ini, juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kemudian berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat (1) mengatur tentang Kejahatan Teknologi. Karena kasus di SMAN 5 Bengkulu melibatkan penggunaan teknologi. 

Karena dalam kasus ini, ada penggunaan teknologi, maka dapat diangkat tentang kejahatan teknologi. Kejahatan teknologi diatur dalam Undang-Undang ITE, termuat dalam Pasal 36 dan Pasal 51, ayat (1). 

“Pasal itu, berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik diancam pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.00,” papar Randy. 

Dilanjutkan Randi, selain dapat menggunakan Undang-Undang ITE, juga dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi tertuang dalam Pasal 66 dan Pasal 68. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan