Menjaga ‘Sedulur Papat’, Tradisi Plasenta Bayi yang Terus Diwarisi
KUBURAN: Kuburan plasenta bayi yang diterangi hingga waktu tertentu.--SC/IG.laskarmajhapahitlalana
KORANRB.ID - Tradisi perlakuan terhadap ari-ari bayi dalam budaya Jawa merupakan salah satu warisan leluhur yang masih bertahan hingga kini, meski zaman terus berubah dan kehidupan masyarakat semakin modern.
Ari-ari atau plasenta dipandang bukan sekadar organ biologis yang keluar setelah proses kelahiran, melainkan saudara kembar sang bayi yang memiliki hubungan batin sejak dalam kandungan.
Kepercayaan turun-temurun ini membuat masyarakat Jawa memperlakukan ari-ari dengan penuh penghormatan, serangkaian ritual serta tata aturan yang diyakini memberi keselamatan dan perlindungan bagi bayi.
Dalam kepercayaan Jawa, ari-ari dianggap sebagai “sedulur papat” bersama tiga unsur lain yang menyertai proses kelahiran.
BACA JUGA:Tradisi Pawang Hujan, Dari Kepercayaan Kuno hingga Ritual Budaya yang Bertahan
Karena posisinya dianggap sebagai saudara yang menemani bayi selama sembilan bulan, masyarakat percaya bahwa perlakuan terhadap ari-ari setelah lahir akan mempengaruhi nasib dan keselamatan sang anak.
Oleh karena itu, sejak dulu hingga kini banyak keluarga Jawa yang masih mengikuti prosesi perlakuan khusus terhadap ari-ari, yang dimulai dari pembersihan, pembungkusan hingga penanaman di lokasi tertentu dengan doa-doa tertentu pula.
Proses pembersihan ari-ari biasanya dilakukan dengan menggunakan air bersih, garam dan kadang jeruk nipis untuk menghilangkan bau. Setelah dibersihkan, ari-ari dibungkus dengan kain putih atau wadah khusus seperti kendi dari tanah liat.
Beberapa keluarga menambahkan kapas, bunga-bunga tertentu, atau sedikit minyak wangi sebagai simbol kesucian dan penghormatan.
BACA JUGA:Ritual Pencarian Jodoh di Sulawesi Tenggara! Berikut 3 Fakta Menarik Tradisi Kamomose
Bagi sebagian masyarakat, pembungkusan rapi dan bersih melambangkan harapan agar kelak bayi tumbuh menjadi pribadi yang tertata dan terarah.
Setelah dibungkus, ari-ari kemudian ditanam di halaman rumah, biasanya dekat pintu depan atau samping kanan rumah. Penempatan ini bukan tanpa makna.
Ari-ari yang diletakkan di sisi kanan atau dekat pintu dipercaya akan menjaga bayi dari gangguan gaib dan memudahkan rezeki serta keberkahan masuk ke dalam rumah.
Lokasi penanaman juga sering dikaitkan dengan jenis kelamin bayi. Untuk bayi laki-laki, ari-ari biasanya ditanam di sebelah kanan rumah, sedangkan untuk bayi perempuan di sebelah kiri, mengikuti simbol sosial peran laki-laki dan perempuan dalam tradisi Jawa.