Tiwah, Upacara Adat Suku Dayak Ngaju yang Masih Dilestarikan
TIWAH : Tari adat tiwah Suku Dayak.--Screnshot website PalTv.Disway.
KORANRB.ID - Tiwah adalah salah satu upacara adat paling sakral dalam kebudayaan Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dari kepercayaan Kaharingan, agama asli masyarakat Dayak.
Hingga hari ini, Tiwah tetap dilestarikan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur sekaligus menjaga jalinan spiritual antara kehidupan manusia dan alam roh.
Secara sederhana, Tiwah merupakan upacara pengantaran arwah ke alam baka atau Lewu Tatau (surga menurut kepercayaan Kaharingan).
Upacara ini dilakukan untuk memindahkan sisa tulang-belulang orang yang telah lama meninggal dari makam sementara ke dalam sandung, yaitu rumah kecil tempat penyimpanan tulang.
BACA JUGA:Menjaga ‘Sedulur Papat’, Tradisi Plasenta Bayi yang Terus Diwarisi
Masyarakat meyakini bahwa arwah orang yang telah meninggal baru benar-benar tenang setelah melalui prosesi Tiwah.
Pelaksanaan Tiwah tidak bisa dilakukan sembarangan. Prosesnya panjang dan penuh ritual, melibatkan sejumlah tokoh adat, pemangku upacara serta dukungan seluruh warga kampung.
Upacara biasanya berlangsung selama beberapa hari, bahkan bisa mencapai beberapa minggu, tergantung skala dan jumlah arwah yang akan “diantarkan”. Karena itu, tiwah sering digelar secara kolektif agar beban biaya dan tenaga dapat dipikul bersama.
Salah satu bagian paling khas dari Tiwah adalah prosesi penyembelihan hewan kurban seperti babi, sapi atau kerbau. Hewan-hewan ini dianggap sebagai persembahan untuk arwah dan roh penjaga, sekaligus simbol kebersamaan masyarakat.
BACA JUGA:Tidak Mampu Kalahkan Indonesia Pada Perang Laut, Sejarah Gagalnya Portugis Mendarat di Nusantara
Selain itu, berbagai tarian sakral, seperti tari mandau dan tari gong, ditampilkan untuk mengiringi rangkaian ritual. Musik tradisional seperti gong dan gendang terdengar nyaring sebagai pembuka jalan bagi arwah menuju alamnya.
Selama upacara berlangsung, masyarakat juga menggelar doa-doa khusus yang dipimpin oleh basir (pendeta adat). Doa ini memohon keselamatan bagi keluarga yang ditinggalkan serta agar arwah mendapat tempat yang layak.
Uniknya, tiwah bukan ritual yang penuh kesedihan. Justru, upacara ini berlangsung dalam nuansa sukacita sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.
Hingga kini, tiwah tetap menjadi simbol kuat identitas Dayak Ngaju. Selain nilai religiusnya, upacara ini juga menjadi media pelestarian budaya, termasuk bahasa, musik, tarian dan berbagai artefak adat.