Tradisi Kerik Gigi Mentawai, Harmoni Estetika, Budaya, dan Jiwa
TAJAM: Gigi wanita suku mentawai yang telah diasah secara manual--SC/IG.kitaina.id
KORANRB.ID – Tradisi kerik gigi pada Suku Mentawai menjadi salah satu warisan budaya yang terus menarik perhatian, baik bagi peneliti, wisatawan, maupun masyarakat yang ingin memahami keragaman budaya di Indonesia.
Praktik ini tidak hanya sekadar aksi fisik mengikis bagian gigi hingga tampak runcing atau rata, tetapi merupakan simbolisasi mendalam tentang kecantikan, kedewasaan, dan keselarasan hidup.
Di dalam masyarakat Mentawai yang tinggal di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, ritual ini telah berlangsung turun-temurun dan tetap dipertahankan sebagai bagian dari identitas komunal yang melekat kuat.
Bagi masyarakat Mentawai, proses meruncingkan atau merapikan gigi dianggap sebagai jalan menuju kecantikan sejati. Konsep estetika mereka berbeda dengan standar umum masyarakat modern—gigi yang runcing dianggap lebih indah dan menunjukkan kedisiplinan seseorang dalam memelihara diri.
BACA JUGA:Tradisi Sedekah Laut yang Memukau di Jepara! Berikut 4 Fakta Menarik Pesta Lomban
Tradisi ini biasanya dilakukan pada remaja yang memasuki usia kedewasaan sebagai tanda bahwa mereka telah siap memikul peran baru dalam komunitas, yang tidak hanya berkaitan dengan urusan pribadi, tetapi juga tanggung jawab sosial yang lebih besar. Ketika seseorang telah menjalani proses kerik gigi, ia dianggap telah melewati satu fase penting dalam hidupnya.
Proses kerik gigi dilakukan dengan teknik yang cukup ekstrem bagi ukuran masa kini. Sebuah pisau atau alat khusus yang tajam digunakan untuk mengikis struktur gigi hingga bentuknya berubah. Meskipun terdengar menyakitkan, masyarakat Mentawai menjalani ritual ini dengan ketabahan luar biasa.
Mereka percaya bahwa rasa sakit merupakan bagian dari penguatan jiwa, sebuah ujian mental yang akan membawa seseorang pada tingkat kematangan baru. Dalam adat Mentawai, kecantikan tidak hanya terletak pada fisik, melainkan juga pada kekuatan batin yang tercermin melalui keberanian menghadapi proses ini.
Ritual kerik gigi biasanya dilakukan dalam suasana yang sakral. Keluarga dan kerabat biasanya hadir untuk memberikan dukungan moral kepada calon peserta. Proses ini bukan acara sembarangan, melainkan diperlakukan sebagai momen penting yang akan dikenang sepanjang hidup.
BACA JUGA:Tradisi Unik di Jepara yang Penuh Makna! Berikut 4 Fakta Menarik Perang Obor
Setelah proses selesai, peserta akan mendapatkan pengakuan sosial sebagai anggota komunitas yang telah melalui ritual kedewasaan, sehingga posisi dan peran mereka dalam kehidupan adat semakin kuat.
Dalam perkembangan zaman, keberadaan tradisi kerik gigi sempat menghadapi tantangan seiring modernisasi dan meningkatnya pengaruh budaya luar. Namun dalam beberapa tahun terakhir, muncul kembali kesadaran masyarakat Mentawai untuk menjaga tradisi ini sebagai bagian dari identitas etnis mereka.
Para orang tua berupaya mengenalkan kembali nilai-nilai budaya kepada generasi muda agar mereka tidak kehilangan akar sejarahnya. Meskipun jumlah yang menjalani ritual ini tidak sebanyak masa lampau, praktiknya tetap berlangsung di beberapa wilayah pedalaman Mentawai dan terus menjadi simbol penting harmonisasi budaya.
Selain sebagai tradisi estetika dan kedewasaan, kerik gigi juga menjadi daya tarik wisata budaya. Banyak pengunjung yang datang ke Mentawai untuk melihat langsung proses dan makna tradisi tersebut. Namun masyarakat tetap menjaga batasan agar ritual tidak berubah menjadi sekadar tontonan.