96 Tahun Pemuda Bersumpah: Bengkulu Krisis Pemuda Kritis?
Evita Dwi lestari Mahasiswi Prodi : S1 Jurnalistik fisip UNIB--
Opini Oleh: Evita Dwi Lestari (mahasiswi Prodi : S1 Jurnalistik FISIP Universitas Bengkulu)
KORANRB.ID - Momentum bersejarah sumpah pemuda adalah bentuk vital semangat pemuda, mereka menghilangkan stereotip bersama demi tujuan yang sama.
Meskipun berdasarkan catatan sejarah wilayah Bengkulu bukan termasuk salah satu daerah yang turut serta mengirimkan perwakilan pada pelaksanaan kongres pemuda 2, tetapi saat itu pemuda Bengkulu menunjukkan semangatnya dengan belajar dan mengembangkan kreatifitas.
Namunmelihat kondisi pemuda di Bengkulu saat ini, muncul pertanyaan: apakah semangat itu masih hidup? Atau, kita sedang menghadapi krisis pemudayang kritis akan isu penting?
Dapat dilihat secara langsung, banyak pemuda di Bengkulu yang tampaknya semakin acuh terhadap masalah sosial dan politik.
Bahkan Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa partisipasi pemuda Bengkulu dalam kegiatan sosial-politik hanya 41%.
Ini lebih rendah dibandingkan daerah lain, seperti Jawa Tengah yang mencapai 55%. Hal tersebut menjadi bukti bahwa semangat dalam berpikir bagi pemuda di Bengkulu sudah sangat anjlok. Bahkan bertebaran isu penting terkait kepentingan bersama mereka malah acuh bahkan tak tahu.
BACA JUGA:Tidak Ikut Cuti Massal, Ini Cara Hakim di PN Bengkulu Tuntut Kesejahteraan
BACA JUGA:Beasiswa PIP Tahap 3 2024 sudah Cair, Ada Pemotongan? Lapor ke Sini
Potensial dan Strategis, Namun Sayang Memilih Apatis.
Sebagian besar faktor dari masalah iniberasal dari pendidikan dan ekonomi masyarakat Bengkulu. Pendidikan di Bengkulu masih fokus pada teknik dan metode yang tradisional seperti metode hafalan dan nilai akademik, bukan pada bagaimana cara anak bisa memecahkan masalah dan mampu untuk berpikir kritis.
Menurut data dari Dinas Pendidikan Bengkulu, hanya sekitar 23% sekolah yang menerapkan metode pembelajaran berbasis diskusi atau pemecahan masalah. Padahal sangat jelas bahwa pemuda butuh dilatih untuk berpikir kritis dan memahami isu-isu sosial di sekitar mereka, bukan hanya fokus pada ujian dan nilai tinggi.
Ekonomi yang rendah di daerah Bengkulu menjadi salah satu faktor penghambat proses pembelajaran anak-anak dan pemuda. Sungguh ironis pada tahun 2021 Bengkulu menjadi penyumbang terbesar angka kemiskinan dengan presentase 14.73 % dan hanya naik 14,88 % di tahun 2022.
Data BPS di atas sudah cukup menjelaskan bagaimana kondisi Bengkulu. Hal tersebut berdampak pada sarana dan prasarana sekolah yang kurang memadai, hingga banyak anak yang putus sekolah karena kesulitan ekonomi.