Salah satu warga Kecamatan Selebar, Rudi (67) mengungkapakan bahwa masyarakat terkadang memang tak memiliki uang untuk bayar pajak.
Dan untuk mengurus keringanan pajak mereka tidak tahu seperti apa, sebab sosialisasinya kurang.
Menurutnya juga lapisan masyarakat yang tidak bisa bayar rata-rata orang tua yang tak bisa mencari uang lagi.
Lanjut Rudi untuk itu perlu sosialisasi lebih masif lagi supaya masyarakat tahu akan informasi dari pihak pajak.
"Penunggak yang biasanya tak bisa bayar adalah lansia, untuk mengurusi keringanan mereka tak tahu apa-apa namanya aja sudah pikun," jelas Rudi.
Kemudian Rudi juga mengungkapkan bahwa untuk besaran denda dan bayaran pajak tolong diperhatikan.
Menurutnya kadang tak sesuai dengan kondisi rumah, kalau rumah orang dipinggiran jalan lintas itu dimahalkan dan tidak melihat bagaimana orang tersebut mendapatkan penghasilan.
“Menurut saya perlu diteliti lagi tentang nominal dan besaran pajak sebab kadang tak sesuai dengan kondisi,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bapenda Kota Bengkulu, Eddyson menyebutkan, tunggakan denda PBB-P2 didominasi dari tahun 2000 an.
“Piutang ini dari sejak tahun 2000, dan tentu 23 tahun, makin besar jumlah dendanya,” sebut Eddyson.
Saat masyarakat Kota Bengkulu mengalami keterlambatan pembayaran, maka setiap tahunnya, denda menjadi dua persen dari jumlah yang dibayarkan.
“Denda akan tetap berjalan, dan saat dibiarkan begitu saja, akan menumpuk,” terang Eddyson.
Ia berharap masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan pemayaran PBB-P2 tersebut. Ini dikarenakan penting untuk menambah PAD Kota Bengkulu.
“Kita harap masyarakat sadar, karena ini penting untuk pembangunan Kota Bengkulu, dan tahun 2024 akan tegas untuk melakukan penagihan,” sebut Eddyson.
Selain itu, Pemkot juga bekerjasama dengan pihak RT dan RW untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Ini dilakukan agar penagihan lebih efektif.
“Kita kerja sama dengan RT RW yang akan kita beri insentif setiap mereka menyampaikan SPPT PBB-P2,” terang Eddyson.