KORANRB.ID – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat defisit pada 12 Desember 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan, angkanya mencapai Rp 35 triliun atau 0,17 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Adapun penerimaan negara sebesar Rp 2.553,2 triliun, sedangkan belanja tercatat Rp2.588,2 triliun.
BACA JUGA:Kolaborasi Yayasan AHM Kembangkan Model Pengajaran Safety Riding
Angka realisasi belanja pemerintah itu susut 4,1 persen dari periode yang sama di 2022. Sedangkan, belanja subsidi BBM baru 71,8 persen dari target atau Rp 894,3 triliun.
“Penyebabnya bukan karena belanja K/L (Kementerian/Lembaga) tapi subsidi BBM. Sebab, harga minyak turun atau lebih rendah dari harga asumsi,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN Kita di kantornya, kemarin (15/12).
BACA JUGA:Industri Manufaktur Mengalami Tren Positif
Asumsi harga minyak mentah pada APBN 2023 berada di kisaran USD 90 per barel. Sedangkan, berdasarkan data Kementerian ESDM per November 2023 sebesar USD 79,63 per barel. Sehingga, terdapat gap penurunan yang berimbas pada penyerapan.
Di sisi lain, belanja pemerintah pusat tercatat 94,5 persen menjadi Rp 946 triliun. Angka tersebut tumbuh 0,4 persen. Didorong oleh persiapan pelaksanaan pemilu, pembangunan IKN, percepatan penyelesaian infrastruktur prioritas, dan penyaluran bantuan sosial.
BACA JUGA:Uji Coba Sistem Diberi Waktu Empat Bulan
Pemerintah juga akan membayar tagihan-tagihan yang belum tuntas di akhir tahun sebesar Rp 500 triliun. Pembayaran akan dikebut sebab kas negara akan tutup buku pada 29 Desember 2023.
“Jadi dua minggu ke depan itu luar biasa sangat besar alokasi APBN kita,” ungkap perempuan yang akrab disapa Ani itu.
BACA JUGA:Investasi KEK Capai Rp 167,2 Triliun
Menurut dia, belanja pemerintah pusat di 2023 diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Antara lain program perlindungan sosial, pendidikan, dan insfrastruktur.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata menyebutkan, salah satu tagihan besar yang akan dibayarkan adalah subsidi dan kompensasi energi. Dana yang disiapkan sekitar Rp 85 triliun. Meski memang untuk realisasi belanja pemerintah pusat non K/L yang di dalamnya terdapat belanja subsidi dan kompensasi, memang tercatat masih jauh dari target.
BACA JUGA:Perkuat Pengawasan Asuransi, OJK Kerja Sama Dengan Dua Lembaga Korea