Diakuinya, memang kerap ditemukan laporan, banyak pedagang di objek wisata jika berjualan dan pembelinya bukan berasal dari Bengkulu, maka harga yang dipatok lebih tinggi.
Hal tersebut tentunya memberikan citra negatif dari wisatawan.
"Banyak pedagang kita kalau melihat wisatawan bukan dari Bengkulu harganya dinaikkan, bahkan sampai 100 persen. Ini kita minta untuk tidak dilakukan oleh mereka," katanya.
Kondisi wisata Bengkulu selama ini, menurut Karmawanto memang lebih banyak dinilai negatif.
Bahkan berdasarkansurvei terkait dengan Danau Dendam Tak Sudah, yang didalamnya meminta tanggapan masyarakat.
Namun, yang didapatkan berdasarkan tanggapan tersebut, masyarakat tidak menilai keindahan atau estetika wisatanya.
Seperti DDTS, yang memiliki tanaman anggrek langka, atau danau yang dekat dengan pusat kota, melainkan penilaian yang negatif.
"Penilaian wisatawan itu lebih ke dagangan mahal," tuturnya.
Dengan begitu, ia menjelaskan, yang menjawab mahal lebih dari 50 persen, sehingga hasil yang didapatkan benar-benar negatif.
"Kita harus mengubah pola pikir itu dan penataan nantinya ada spot-spot sendiri untuk wisatawan maupun untuk berjualan," tuturnya.
Dalam wkatu dekat, Karmawanto menyebutkan pihaknya sudah menyiapkan kerjasama dengan para pelaku usaha. Baik yang ada di kawasan Area Perutukan Lain (APL) dan Hak Pengelolaan Lain (HPL).
"Saat ini, sudah tahap penyiapan kerjasama dengan para pelaku-pelaku usaha.
Sudah ada beberapa pelaku usaha ayang siap untuk melakukan kontrak kerja dengan Pemprov," terang Karmawanto.
Untuk pedagang di kawasan APL, dikatakan Karmawanto juga telah disiapkan kontrak perjanjian kerjasamanya. Kontrak tersebut harus dilakukan untuk setahun huni.
"Kita sudah melakukan pembagian zona, dn kita sudah hitung berapa biaya yang harus mereka bayar," tuturnya.
Sewa lahan per tahun, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2020, yakni Rp15.600/ m³ nya.