“Sementara ini dikarenakan payung hukumnya belum ada, retribusi parkir belum bisa kita pungut di seluruh titik parkir yang ada. Namun bagi masyarakat yang tetap ingin membayar parkir karena juru parkir sudah menjaga kendaraannya, maka hal itu juga tidak dilarang,” beber Rachman.
Di sisi lain, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Rejang Lebong, Andi Ferdian, SE mengungkapkan sebelumnya Pemkab Rejang Lebong telah mengeluarkan surat dengan nomor 973/1136/Bid.6/BPKD/2023 tanggal 27 Desember 2023 tentang Pemberitahuan Evaluasi Perda PDRD Kabupaten Rejang Lebong.
“Surat tersebut dikirimkan ke seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki kewajiban pemungutan retribusi, untuk sementara menangguhkan pungutannya, kecuali untuk OPD yang menerapkan BLUD dan pola pihak ketiga,” terang Andi.
Hanya saja Andi mengatakan, saat ini Pemkab Rejang Lebong masih berkoordinasi dengan pemerintah provinsi Bengkulu terkait Perda PDRD yang telah disahkan pada akhir 2023 lalu.
Jika tidak ada kendala, evaluasi dari pemerintah provinsi Bengkulu sudah bisa diterima oleh Pemkab Rejang Lebong pekan depan.
“Mudah-mudahan pekan depan sudah kita terima hasil evaluasinya, dan sudah bisa kembali kita terapkan Perda PDRD tersebut dan retribusi yang ada sudah bisa kembali kita rarik,” tutur Andi.
BACA JUGA:Elisa, Destita dan Leni Dominasi Perolehan Suara Sementara, Unggul di Kabupaten Ini
Sebelumnya, Perda PDRD tersebut merupakan gabungan dari 29 Perda terkait pajak dan retribusi yang pernah dimiliki Kabupaten Rejang Lebong.
29 Perda tersebut dilakukan revisi lantaran dinilai sudah tidak sesuai untuk diterapkan pada kondisi saat ini.
Dari hasil inventarisasi yang telah dilakukan Pemkab Rejang Lebong sebelumnya, terdapat 11 perda terkait dengan masalah pajak daerah.
18 perda terkait dengan retribusi daerah yang harus disusun kembali, baik dari sisi jenis, besaran tariff atau persentase.
Serta penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan lainnya berdasarkan undang-undang yang berlaku.
29 perda yang akan direvisi tersebut telah disusun kembali dalam 1 Perda atau Omnibus Law.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, bahwa seluruh regulasi yang berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah harus dijadikan dalam 1 perda.(**)