Jimly melanjutkan, meski ada proses di DPR, proses hukum di peradilan seperti di Bawaslu hingga MK harus pula dimanfaatkan untuk menyalurkan aspirasi ketidak-puasan terhadap proses dan terhadap hasil pemilu.
BACA JUGA:Berikut 10 Manfaat Kesehatan Jika Berpuasa
BACA JUGA:Harapan 3 Ganda Campuran Indonesia di German Open
Kedua proses itu, sama-sama penting dan punya peran untuk memastikan pemerintahan terpilih legitimate.
Namun Jimly mengingatkan, anggota DPR untuk memahami batas-batas kewenangannya.
Jangan sampai, itu itu melebar dan jadi bola liar.
"Tidak melebar kepada isu-isu liar, seperti pemakzulan Presiden, pembatalan hasil pemilu, dan lain-lain yang dapat dinilai memenuhi unsur sebagai tindakan makar yang diatur dalam KUHP," imbuhnya.
BACA JUGA:Bayer Leverkusen Kembali Ukir Rekor Usai Taklukkan Mainz
BACA JUGA:88 Kasus DBD di Seluma, 2 Meninggal Dunia Penyakit Lain Menyertai
Sehingga aspek jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan benar-benar tidak terganggung.
"Untuk menjamin jangan sampai terjadi kevakuman kekuasaan menurut UUD 1945," kata mantan ketua MK itu.
Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD menekankan, pelaksanaan pemilu sangat boleh diuji dengan menggunakan hak angket oleh DPR RI.
"Kalau bolehnya sangat sangat boleh, ini kan sekarang seakan disebarkan pembicaraan juru bicara juru bicara untuk mengatakan angket itu tidak cocok, siapa bilang tidak cocok," kata Mahfud, kemarin.
BACA JUGA:Pencarian Korban Hanyut Masih Nihil, Ini Kendala Basarnas
BACA JUGA:Potensi Tersangka Baru Perkara KUR Lebong, 3 DPO Masih Diburu
Dia menekankan, angket yang diberlakukan DPR RI bukan untuk pemilunya. Melainkan untuk kebijakan yang berdasar kewenangan tertentu.