Rekayasa PDSS: Inspektorat Lakukan Pemeriksaan, Kepala SMAN 5 Kota Bengkulu Non Aktif, Polda Mulai Pengusutan

Selasa 05 Mar 2024 - 21:30 WIB
Reporter : Fiki Susandi, Bella Wilianti
Editor : Riky Dwi Putra

Apalagi dugaan rekayasa Nilai PDSS SMAN 5 Kota Bengkulu ini sudah dilaporkan salah satu orang tua siswa yang merasa dirugikan atas hal ini ke polisi.

Dijelaskan Pengamat Hukum Universitas Bengkulu, Randy Pradityo, SH, MH ada beberapa aturan hukum dapat menjerat para pelaku yang diduga telah melakukan rekayasa nilai siswa SMAN 5 Kota Bengkulu di sistem PDSS tersebut.

Mulai dari, perspektif hukum perdata dapat dijerat dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Mengingat adanya kerugian yang dialami oleh pihak lain dalam hal ini adalah siswa yang merasa dirugikan. 

Berdasarkan prespektif pidana dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP dikatagorikan sebagai tindak pidana pemalsuan dokumen, dan Pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang Yang Menyebabkan Kerugian. 

Tidakan rekayasa nilain ini, juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kemudian berdasarkan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 36 dan Pasal 51 Ayat (1) mengatur tentang Kejahatan Teknologi. Karena kasus di SMAN 5 Bengkulu melibatkan penggunaan teknologi. 

Karena dalam kasus ini, ada penggunaan teknologi, maka dapat diangkat tentang kejahatan teknologi. Kejahatan teknologi diatur dalam Undang-Undang ITE, termuat dalam Pasal 36 dan Pasal 51, ayat (1). 

“Pasal itu, berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik diancam pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.00,” papar Randy. 

Dilanjutkan Randi, selain dapat menggunakan Undang-Undang ITE, juga dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi tertuang dalam Pasal 66 dan Pasal 68. 

“Setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian pada orang lain,” jelas Randy. 

Jika terbukti melakukan pemalsuan data pribadi. Dapat diancam Pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.

“Dengan adanya dasar hukum yang kuat tersebut, ditambah dengan konsekuensi hukum yang berat, setiap orang dilarang untuk melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut,” tutupnya. 

Disisi lain, Pengamat Hukum Universitas Bengkulu Zico Junius Fernando, SH, MH, CIL.C.Med berpandangan dalam konteks hukum di Indonesia, peristiwa yang diduga sebagai manipulasi nilai oleh seorang pejabat di SMA Negeri 5 Bengkulu yang berujung pada kerugian bagi siswa menarik perhatian dari berbagai sudut hukum. 

Dari perspektif hukum perdata, tindakan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai pelanggaran hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata.

“Mengingat adanya kerugian yang dialami oleh pihak lain, dalam hal ini adalah siswa yang merasa dirugikan,” kata Zico. 

Di sisi lain, dalam konteks pidana, apabila terbukti terdapat niat untuk memanipulasi nilai demi keuntungan tertentu atau merugikan orang lain. 

Kategori :