Kedua tersangka melakukan pengisian BBM secara berulang dibeberapa SPBU di wilayah Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu, selanjutnya BBM jenis Biosolar yang disubsidi pemerintah tersebut ditampung di dalam drum dan jerigen di rumah tersangka untuk dijual kembali.
“Dari pengakuan kedua pelaku barcode my pertamina mereka dapatkan dari teman dan secara online,” ungkapnya.
Barang bukti yang diamankan polisi dari kedua tersangka yakni 2 buah jerigen berisi BBM 33 liter, 1 drum berisi 170 liter, 3 buah baskom, 2 buah corong, 1 buah gayung, 1 buah jerigen kosong, 3 buah selang panjang, 1 buah tangki mobil dengan kapasitas 120 liter, 1 buah ember, 1 unit truk dan 1 unit mobil L300.
Satu tersangka diamankan di Kabupaten Seluma. Subdit Tipidter Polda Bengkulu juga mengamankan tersangka YA.
YA diamankan saat sedang membeli BBM Subsidi menggunakan tangki kendaraan yang sudah dimodifikasi.
“Saat diamankan tersangka YA menggunakan kendaraan mobil Isuzu Panther yang sudah dimodifikasi tangkinya,” kata Dir Reskrimsus Polda Bengkulu.
Lebih lanjut dijelaskan Dir Reskrimsus, tersangka ini melakukan pengisian BBM menggunakan kendaraan dengan tangki yang sudah dimodifikasi menggunakan pompa elektrik otomatis.
Selanjutnya BBM tersebut ditampung di dalam jerigen.
“Setelah BBM itu dibeli di SPBU maka pompa elektrik otomatis akan menyedot BBM dalam tangki dan memasukknya ke dalam jerigen yang sudah terdapat didalam mobil,” ujarnya.
Dari tangan tersangka YA, didapati barang bukti yang diamankan 34 jerigen dengan rincian 30 buah jerigen berkapasitas 35 liter berisi 960 liter, 1 buah jerigen berkapasitas 20 liter berisi 10 liter, 3 buah jerigen berkapasitas 10 liter berisi 25 liter, 1 unit mobil Isuzu Panther, 4 selang panjang, 2 corong plastik, 1 unit HP, 1 unit timbangan duduk, 1 unit pompa elektrik otomatis.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Tersangka dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan pidana denda paling banyak Rp60 miliar rupiah.
“Saat ini para tersangka kita tahan di sel tahanan Mapolda Bengkulum, guna penyelidikan lebih lanjut,” tutupnya.