Simsalabim, Rambah Hutan Mukomuko jadi Perkebunan Kelapa Sawit
Kondisi Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh l Kecamatan Sungai Rumbai Kabupaten Mukomuko dirambah menjadi kebun kepala sawit. --firmansyah/rb
BACA JUGA:Tak Ada Libur Tambahan, 2 Januari ASN Harus Masuk
Satu kasus lagi pada November 2022, yang saat ini kasusnya masih dalam penyelidikan Polres Mukomuko dengan temuan barang bukti kayu olahan sebanyak 5,1 meter kubik.
Kemudian juga terdapat 2 kasus penemuan alat berat di kawasan Air Ipuh l dan HP Air Teramang di dalam lokasi izin pamanfatan PT BAT yang pertama pada bulan November 2022 dan saat ini kasusnya tengah dilakukan penyelidikan Polres Mukomuko.
Terakhir Februari 2023 kasusnya juga tengah dilakukan penyelidikan oleh Penyidik PPNS Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup (DLHK) Provinsi Bengkulu, seluruh temuan alat berat tersebut ditemukan saat tengah membabat hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit secara ilegal.
“Selain itu juga dalam kami juga sudah pernah bersurat kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Lampung, agar dapat membantu terkait adanya 2 perusahaan perkebunan besar kelapa Sawit yang masuk kedalam kawasan. Karena BKPH lah yang berwenang menghitung luasan, serta memiliki data pasti baik HP, HPT, dan HPK. Karena sebagai pemangku kawasan kami memiliki tanggung jawab menjaga ekosistemnya,”katanya.
Pengamat Kawasan Hutan Provinsi Bengkulu dari akademisi Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu Dr Gunggung Senoaji S.Hut, MP menjelaskan tentunya sebagai warga negara yang taat hukum akan selalu berpedoman pada aturan. Untuk di bidang Kehutanan ini ada Undang-Undang (UU) no 41 tahun 1999, karena dirasa kurang sakti untuk menjadi dasar menjaga kelangsungan kawasan hutan, maka di buat lagi UU no 18 tahun 2013 untuk memperkuat UU no 41 tentang pencegahan dari pengerusakan kawasan hutan.
Pada dasarnya di dalam UU tersebut Pemerintah diberikan mandat oleh negara mengurus hutan, maka dari itu pemerintah dengan segala kebijakannya mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menjaga hutan.
Di dalam UU no 41 pasal 50 sangat jelas larangan-larangan berkegiatan di dalam kawasan hutan, mulai dari membakar, menebang, hingga memasukan alat berat semua ada poinnya di dalam UU tersebut. Dengan sanksi yang luar biasa kurungan diatas lima tahun dan denda miliaran rupiah, jika saja aturan ini dapat ditegakan maka kemungkinan besar seluruh kawasan hutan di Provinsi Bengkulu akan aman dari alih fungsi lahan dan lainnya.
“Jadi sangat menyedihkan jika beberapa waktu yang lalu kita melihat alat berat beroprasi membuka kawasan HP Air Teramang di Mukomuko, yang seakan membuat seluruh aturan yang dibuat oleh Pemerintah runtuh dan hancur berkeping-keping. Tentunya ini menjadi tanda tanya besar oleh semua pihak,” terangnya.
Dr Gunggung menambahkan, dengan jelas pemerintah membagi kawasan hutan sesuai kriteria dan fungsi yang tertuang di UU No 41 1999.
Dengan tiga fungsi besar kawasan hutan, Produksi, Konservasi dan Lindung. Kemudian Hutan Produksi memiliki turunan HPT dan HPK. Untuk Hutan Lindung tunggal, dan Hutan Konservasi memiliki turunan, Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Tanama Buru (TB), Taman Wisata Alam (TWA), Tahura, dan Taman Nasional (TN).
Untuk Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara itu memiliki tiga fungsi kawasan hutan, yang paling atas ada Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), setelah itu HP Air Teramang, kemudian HPT Lebong Kandis, HPT Air Rami, HPT Ipuh l dan HPT Ipuh ll dan berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) ada TWA dan CA.
Namun tidak lagi menjadi rahasia jika seluruh kawasan hutan bukan hanya di Mukomuko bahkan se-Provinsi Bengkulu lebih dari 50 persen sudah berubah menjadi lahan perkebunan.
“Silakan datangi satu persatu kawasan hutan mana yang belum dibuka menjadi perkebunan. Untuk wilayah Kabupaten Lebong, Rejang Lebong, Kepahiyang, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur, itu mayoritas perkebunan kopi didalam kawasan hutan. Sedangkan Bengkulu Utara Hingga ke Mukomuko itu rata-rata Sawit yang berada didalam kawasan. Dan semua ini sudah berlangsung lama lebih dari 10 tahun,”ujarnya.
Lanjutnya, ada sesuatu yang mungkin membuat regulasi tersebut tidak sakti yang pertama, jika saja kawasan hutan disterilkan dari aktivitas perkebunan, hutan akan terjaga namun masyarakat kehilangan mata pencaharian.